Take a photo of a barcode or cover
1.5. I kept thinking, "surely there's another book to this series" with everything they had to do. No, no there isn't. All the drama wraps up nice and neat. Maybe my expectations were too high.
Spoiler
. .even a journey into the Underworld (they were there, what? 5 minutes? All that planning and worry for nothing. They just all walked down there and came back, no harm).
I thought this book was good. I just feel like it took a while for the plot to progress.
These books are so much fun. Nowhere near accurate as far as real witchcraft goes, and most of the terms for things are completely made up, but Hawkins has a solid voice and a cast of terrific characters with intense personalities. I love these, and I'll be picking up her new series as soon as I'm able.
I love this trilogy, but am sad to see it end. Hopefully she'll decide to write another, or a side story about one of the other characters (i.e. Jenna, or Izzy). I love Sophie's witty attitude and he sarcasm, and I love Archer for the same reasons. The characters were believable, and each one had their own personality. Of course there was the love triangle for a little while, but it was obvious who she was going to chose. I thought the book was funny, sad, and all around amazing. This book answered a lot of questions, but it didn't tie up ALL the loose ends. There were still a few questions, although minor, that we unanswered me, which kind of bothered me. Overall though, a great book! Read the other two before this one though!
adventurous
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
Complicated
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
No
This was a fun read, but definitely my least favorite in the trilogy. There was just too much going on. Everything moved so quickly. It didn't feel as developed as the previous books. I wish instead of trying to fit everything into this one book, the content of this book was split into two books and fleshed out more. Also, things seemed way too easy for Sophie in this book. The love triangle (or square?) established in the previous books becomes more front and center in this book, but it felt kinda swept aside rather than resolved. Still, the story and humor did make Spell Bound an enjoyable read.
Spoiler
One book should have been spending time with the Brannicks and being stuck at Hex Hall with the Casnoffs, ending when Sophie frees herself from their control and escapes. The second book should have been the journey to hell and the ultimate battle with the Casnoffs.Spoiler
She had to fight for a whole minute to free herself from the Casnoffs control. I mean, really?
Excellent third entry to Hex Hall series with a non-whiny, butt-kicking heroine and compelling secondary characters.
Dieses Ende hat die Geschichte gut abgerundet und man konnte die Handlungen der Charaktere bis zum Schluss wirklich gut nachvollziehen.
lighthearted
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
Yes
Loveable characters:
Yes
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
No
Sebenarnya saya sangat mengharapkan ada lebih banyak ketegangan, sihir dan api di buku ketiga serial Hex Hall ini. Atau semacam klimaks dari serangkaian perjalanan Sophie dalam dunia Prodigium. Sayangnya buku ketiga malah berasa anti-klimaks dengan lebih banyak drama. Apalagi Hawkins membuat Sophie Mercer sebagai the next Bella Swan, dengan menempatkannya sebagai cewek galau yang mencintai Archer tapi menyayangi Callahan.
Awal Spell Bound dibuka dengan Sophie yang berhasil meninggalkan Thorney Abbey menuju ke kediaman keluarga Brannick. Keluarga Brannick adalah sekolompok wanita Irlandia berambut merah yang adalah turunan penyihir putih, dan juga sudah mengejar-ngejar Prodigium sejak ratusan tahun lalu. Ketika Cal menyuruh Sophie menemui ibunya di kediaman keluarga Brannick, saya menduga bakal muncul twist baru yang menjelaskan mengapa kedua orang tua Sophie tidak bisa bersatu. Yup. Ibu Sophie, Grace Mercer adalah seorang Brannick yang seharusnya melenyapkan ayahnya, James Atherton yang adalah seorang demon. Jadi urusan percintaan-beda-jenis ini tidak asing lagi dalam keluarga Sophie.
Sambil memulihkan diri dan memikirkan langkah selanjutnya menghadapi Casnoff bersaudari, Sophie juga membiasakan diri berhadapan dengan keluarga Brannick yang terdiri atas Aislinn, Finley dan Izzy (dan ohya.. Grace juga). Tidak disangka, di suatu hari Callahan muncul di depan pintu bersama James yang kehilangan kekuatannya. Belum lengkap reuni keluarga ini tanpa kehadiran Archer, Archer pun muncul walau dalam bentuk hologram. Setidaknya Sophie mengetahui bahwa mereka semua aman. (Sophie melihat berita tentang Jenna yang diselamatkan oleh Lord Byron). Setelah mereka menyusun rencana untuk menghadapi Casnoff, tiba-tiba saja Sophie menghilang dan muncul kembali di Hex Hall. Di sana, lagi-lagi melakukan reuni dengan Jenna, Archer dan ratusan siswa lainnya. Hal yang membingungkan karena sekolah itu tadinya suda ditutup. Ternyata Casnoff mengumpulkan mereka semua untuk membentuk pasukan demon. Yah.. semua siswa akan diubah menjadi demon. Saatnya Sophie dan kawan-kawan harus bertindak untuk menghancurkan rencana jahat itu. Tetapi yang utama, Sophie harus mendapatkan kembali kekuatannya dan kuncinya ada pada buku tua yang dikuasai oleh Lara Carnoff.
Selain urusan per-demon-an, Sophie justru bahagia bisa kembali berjumpa dengan Archer. Satu per satu orang di sekeliling Sophie bisa menyadari bahwa keduanya saling mencintai, apapun yang terjadi di masa lalu. Dan salah satu yang bisa paham akan hal itu adalah Cal. Melihat tunangannya mencintai warlock lain bukanlah hal yang mudah bagi Cal, tapi demi kebahagiaan Sophie akhirnya Cal bisa menerima. Sounds typical, right? Poor Cal.. Seandainya saja Hawkins tidak membuat Jenna menjadi seorang vampir lesbian, pasangan warlock dan vampir rasanya jauh lebih baik.
Hex Hall series memang tidak sehebat Harry Potter dalam urusan sihir menyihir. Tetapi dalam tiga seri, Hawkins berhasil membuat saya tersihir dengan kisah yang segar, lucu, dan penuh fantasy. Ada lebih banyak bentuk makhluk fantasy dengan segala kekuatan dan kemampuannya membuat saya angkat jempol untuk usaha Hawkins. Tapi setelah membaca lengkap buku ini, saya masih menyisakan satu pertanyaan untuk Hawkins. “Kucing hitam yang muncul di cover punya siapa sih?”
Awal Spell Bound dibuka dengan Sophie yang berhasil meninggalkan Thorney Abbey menuju ke kediaman keluarga Brannick. Keluarga Brannick adalah sekolompok wanita Irlandia berambut merah yang adalah turunan penyihir putih, dan juga sudah mengejar-ngejar Prodigium sejak ratusan tahun lalu. Ketika Cal menyuruh Sophie menemui ibunya di kediaman keluarga Brannick, saya menduga bakal muncul twist baru yang menjelaskan mengapa kedua orang tua Sophie tidak bisa bersatu. Yup. Ibu Sophie, Grace Mercer adalah seorang Brannick yang seharusnya melenyapkan ayahnya, James Atherton yang adalah seorang demon. Jadi urusan percintaan-beda-jenis ini tidak asing lagi dalam keluarga Sophie.
Sambil memulihkan diri dan memikirkan langkah selanjutnya menghadapi Casnoff bersaudari, Sophie juga membiasakan diri berhadapan dengan keluarga Brannick yang terdiri atas Aislinn, Finley dan Izzy (dan ohya.. Grace juga). Tidak disangka, di suatu hari Callahan muncul di depan pintu bersama James yang kehilangan kekuatannya. Belum lengkap reuni keluarga ini tanpa kehadiran Archer, Archer pun muncul walau dalam bentuk hologram. Setidaknya Sophie mengetahui bahwa mereka semua aman. (Sophie melihat berita tentang Jenna yang diselamatkan oleh Lord Byron). Setelah mereka menyusun rencana untuk menghadapi Casnoff, tiba-tiba saja Sophie menghilang dan muncul kembali di Hex Hall. Di sana, lagi-lagi melakukan reuni dengan Jenna, Archer dan ratusan siswa lainnya. Hal yang membingungkan karena sekolah itu tadinya suda ditutup. Ternyata Casnoff mengumpulkan mereka semua untuk membentuk pasukan demon. Yah.. semua siswa akan diubah menjadi demon. Saatnya Sophie dan kawan-kawan harus bertindak untuk menghancurkan rencana jahat itu. Tetapi yang utama, Sophie harus mendapatkan kembali kekuatannya dan kuncinya ada pada buku tua yang dikuasai oleh Lara Carnoff.
Selain urusan per-demon-an, Sophie justru bahagia bisa kembali berjumpa dengan Archer. Satu per satu orang di sekeliling Sophie bisa menyadari bahwa keduanya saling mencintai, apapun yang terjadi di masa lalu. Dan salah satu yang bisa paham akan hal itu adalah Cal. Melihat tunangannya mencintai warlock lain bukanlah hal yang mudah bagi Cal, tapi demi kebahagiaan Sophie akhirnya Cal bisa menerima. Sounds typical, right? Poor Cal.. Seandainya saja Hawkins tidak membuat Jenna menjadi seorang vampir lesbian, pasangan warlock dan vampir rasanya jauh lebih baik.
Hex Hall series memang tidak sehebat Harry Potter dalam urusan sihir menyihir. Tetapi dalam tiga seri, Hawkins berhasil membuat saya tersihir dengan kisah yang segar, lucu, dan penuh fantasy. Ada lebih banyak bentuk makhluk fantasy dengan segala kekuatan dan kemampuannya membuat saya angkat jempol untuk usaha Hawkins. Tapi setelah membaca lengkap buku ini, saya masih menyisakan satu pertanyaan untuk Hawkins. “Kucing hitam yang muncul di cover punya siapa sih?”