Reviews

Kabut Negeri si Dali by A.A. Navis

anggaaa_j's review

Go to review page

funny inspiring fast-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

dapatako's review

Go to review page

4.0

Jika peristiwa sejarah penuh glorifikasi dan penafsiran tiap perjuangan, yang tak boleh dilupakan adalah dua sisi cerita ibarat mata koin. AA Navis dalam kumpulan cerpen ini, membuka sisi lain mata koin dari peristiwa-peristiwa masa perang yang jauh dari bayang semata-mata perjuangan.

antaraangin's review

Go to review page

adventurous dark emotional funny hopeful informative inspiring mysterious tense medium-paced
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes

4.5

dreeva's review

Go to review page

3.0

59 - 2020

Lima belas cerpen dalam buku ini ditulis di tahun 1990 - 1999. A A Navis menulis satu tokoh sentral yang digunakan dalam tiap cerpen dalam buku ini, yaitu Dali. Sebenarnya beberapa cerpen dalam buku ini sudah pernah saya baca di buku Navis yang lain.

Cerpen-cerpen dalam buku ini mengajak kita kembali ke tahun penjajahan Belanda dan Jepang, ada juga pada saat orde baru. Walau ceritanya sederhana tapi banyak pesan tersirat dalam setiap cerita. Ada beberapa typo yang gak mengganggu sih, cuma ada 1 judul yang sepertinya salah tulis, Perempuan itu Bernama Lara yang ditulis Lari.

Cerpen favorit saya berjudul :
- Bayang-Bayang
- Dua Sahabat
- Penangkapan

pemangsya's review against another edition

Go to review page

3.0

Kumpulan cerpen ini berhasil saya lahap dengan dua kali duduk sehingga secara personal lumayan menikmati dengan nuansa peperangan masa lampau. Penulis membawakan perjuangan para tentara keamanan beserta sudut pandang kehidupan pihak lain seperti sastrawan dan para istri yang ditinggal perang secara menarik dan membuat saya terbelalak hehe.

ipehalena's review against another edition

Go to review page

5.0

Padahal udah dipelan-pelanin bacanya biar enggak cepet selesai. Soalnya lucu isi di dalamnya. Nyindir secara halus. Dan banyak hal yang diceritakan dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Tulisannya a.a.Navis ini renyah dan enak dibaca bahkan buat pemula sekalipun. Meski ada beberapa kata yang diselipkan dari bahasa melayu tapi tidak membuat pembaca akan terlampau kebingungan.

Kisah ini tentang tempat, orang dan peristiwa dimana si Dali ini tinggal. Dan si Dali ini tidak hanya sebagai tokoh utama. Terkadang dia menjadi seseorang yang diperbincangkan. Dan setiap cerita dalam buku ini, bisa dibaca terpisah karena merupakan cerita pendek. Namun, setiap tokoh di kisah lainnya akan tetap disinggung di cerita berbeda.

chemistreads's review

Go to review page

5.0

Kumpulan cerpen ketiga karya Ali Akbar Navis yang gw baca setelah [b:Jodoh: Kumpulan Cerpen|40899881|Jodoh Kumpulan Cerpen|A.A. Navis|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1532272143l/40899881._SY75_.jpg|1648051] dan [b:Bertanya Kerbau pada Pedati: Kumpulan Cerpen|1653456|Bertanya Kerbau pada Pedati Kumpulan Cerpen|A.A. Navis|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1484379119l/1653456._SX50_.jpg|1648039]. Lima belas cerpen yang ditulis dalam rentang waktu antara tahun 1990 sampai 1999. Jika kumcer berjudul 'Jodoh' penulis bercerita kehidupan tokoh fiksional sebelum dan sesudah pernikahan, dan kemudian kumcer 'Bertanya Kerbau pada Pedati' penulis menggunakan majas metafora untuk menyinggung masalah kemanusiaan dan politik, maka di kumcer berjudul 'Kabut di Negeri si Dali' ini penulis menceritakan sisi lain kehidupan tokoh-tokoh di masa perang/pertempuran/pemberontakan.

Hidup dalam tatanan kekuasaan dan dominasi militer lebih dari 50 tahun (yakni sejak pendudukan Jepang tahun 1942; ke perang Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia hingga ke kekuasaan militerisme Orde Baru) memberi pengaruh dan kesan yang tidak sama antara militer sebagai pasukan dan militer sebagai pribadi anggotanya. -kata pengantar

Kata 'Dali' yang disematkan di judul merupakan nama yang terinspirasi dari panggilan adik-adik penulis terhadap dirinya, Uda Ali. Tokoh Dali digambarkan sebagai tokoh yang tidak hanya berdiri sendiri di dalam suatu cerpen, tetapi berdiri di hampir keseluruhan cerpen dalam kumcer ini.

Semua cerpen melibatkan sebuah nama, yakni si Dali. Dia bisa menjadi pelaku utama atau pelaku sampingan. Bisa juga sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga. - kata pengantar

Semua cerpen dalam 'Kabut di Negeri si Dali' ini menyenangkan untuk dibaca. Walaupun begitu, ada beberapa cerpen yang gw favoritkan, diantaranya berjudul 'Sang Guru Juki', 'Gundar Sepatu', dan 'Marah yang Merasai'. Cerita 'Gundar Sepatu' mengisahkan sebuah benda bernama 'gundar', yang bahkan ketika diketik dalam mesin pencarian saat ini sepertinya tidak menggambarkan wujud yang sama seperti yang ada di zaman dahulu, yang sangat penting sekali di zamannya, hingga membuat seorang letnan mencurinya dari seorang sersan. Ternyata, gundar itu berperan sebagai pengganti keberadaan istri yang ditinggalkan berperang dalam waktu yang tidak sebentar. Sementara itu, cerpen 'Marah yang Merasai' bercerita tentang seorang pegawai negeri bernama Marah Ahmad yang idealismenya untuk tidak menunjukkan kesetiaan kepada Jepang pada masa pendudukan akhirnya runtuh juga akibat siksaan yang dialaminya. Cerita ini juga mengisahkan bagaimana strategi licik penjajah dalam mengadu domba penduduk setempat yang kemudian dijadikan alibi untuk berkuasa.

Dalam cerita berjudul 'Sang Guru Juki', diceritakan seorang tokoh bernama Juki yang berprofesi sebagai guru namun ikut teman-temannya di garis depan perjuangan untuk menyingkir ke pedalaman saat keadaan memburuk. Suasana yang tersirat dalam cerita ini sepertinya suasana pertempuran saudara, bukan melawan penjajah. Buat gw, cerita ini menarik salah satunya karena penggambaran suasana tersebut dengan baik, yang mengisahkan sisi lain kehidupan orang-orang yang 'mundur' sementara dari pertempuran. Istri dan anak ditinggal, untuk kemudian numpang di kediaman kenalan baru. Tokoh Juki ini sayangnya digambarkan sebagai orang yang kerjanya hanya kawin sana-sini. Setiap musuh berhasil menyerbu jauh lebih ke dalam, Juki pun, yang ikut teman-temannya masuk ke pedalaman yang lebih jauh, mengawini perempuan tempatnya menetap. Pertama, muridnya bernama Sitti, kemudian seorang janda bernama Baiyah. Hobi kawin beserta jalan pikiran Juki yang diceritakan dalam cerita ini memang sangat menggelitik nilai moral. Mungkin pada masa peperangan, jalan pikiran seperti itu yang ada pada kebanyakan laki-laki?

"Kau pikir enak jika menumpang di rumah orang tanpa memberi apa pun? Enak, ya memang enak. Tapi hatiku ini yang merasa tidak enak. Tidak ada jalan lain, si Janda dapat suami, aku dapat makan. Impaslah", kata Juki seperti seenak perutnya. - halaman 29

"Bagaimana kau mengemasi istri-istrimu nanti bila perang berakhir?"
"Kau pikir hidup perempuan-perempuan desa itu bergantung pada suaminya? Mereka perempuan yang mandiri. Mereka punya rumah, punya tanah, punya ladang untuk menjamin hidupnya."
"Tapi di mana letak moralnya?"
"Moralnya? Moralnya adalah pada kebanggan orang desa dapat suami orang kota seperti aku. Guru lagi."
- halaman 31

Sembarangan juga jalan pikiran tokoh bernama Juki ini.

Di dalam cerita 'Sang Guru Juki' ini penulis juga menyelipkan satu ajaran filosofis yang mengena, tentang dua macam takdir.

"Si Dali tidak menyesali jalan hidupnya yang dia rancang dan lalui. Karena dia menghayati benar makna tulisan H. Agus Salim dalam buku Takdir, Iman dan Tawakal. Maksudnya kira-kira: "Ada takdir yang tidak bisa dipikirkan akal, yaitu lahir dan mati. Lainnya, takdir yang datang karena bersebab dan berakibat. Karena manusia berbuat sesuatu pada suatu waktu dan pada suatu tempat, maka berakibat tertentu pada diri sendiri. Berbuat dan berakibat oleh per-usaha-an itulah yang harus dipikirkan oleh akal supaya hidup selamat dunia dan akhirat." - halaman 35

Cerita ini berkembang hingga suatu saat si Juki tertangkap dan ditahan di dalam penjara. Tidak lama dia dipenjara. Sebabnya, ia menggunakan jalan pikirannya yang picik dengan 'menjual' istrinya yang ketiga, Baiyah yang janda, kepada Komandan yang menahannya. Sekali lagi, penulis mengungkapkan sisi filosofis yang ada di dalam dirinya:

"Dalam hati si Dali bertanya-tanya, "Siapa sebetulnya yang berkorban atau yang dikorbankan?" Jalaran pikirannya berlanjut pada istri Juki yang lain. Rosni (istri pertama) dan Sitti (murid, istri kedua). Apakah mereka ikut berkorban atau jadi korban? Ataukah ikut terseret oleh perjalanan takdir yang berputar di sekitar sumbu sejarah. Bila benar, apa makna manusia sebagai orang seorang sebagaimana makhluk Tuhan?" - halaman 37

marinazala's review

Go to review page

3.0

** Books 104 - 2018 **

2,9 dari 5 bintang!

Tampaknya saya bosan dengan isi ceritanya yang berputar mengenai si Dali yang berkaitan satu sama lainnya.. Entah kenapa lebih suka cerita yang kemarau lalu jodoh terakhir buku ini hehe

Terimakasih Gramedia Digital Premium!
More...