Reviews

The Case We Met by Flazia

clavishorti's review against another edition

Go to review page

adventurous challenging emotional informative mysterious reflective sad tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

3.0

The Case We Met karya Flazia, sebuah karya dalam jajaran MetroPop yang saya nantikan dengan penuh antusiasme untuk saya telusuri. Tanpa terlebih dahulu meraba premisnya, di benak saya sudah tergambar perjalanan romansa yang memikat, terpapar dalam setiap halaman.

Ketika saya memasuki dunia yang dihampar dalam halaman The Case We Met, saya harus mengakui bahwa saya terperangkap dalam belantara kebingungan. Rasanya, saya terpaksa mengulang-ulang narasi berkali-kali karena sulitnya saya untuk benar-benar terbenam dalam alur cerita. Salah satu tantangan utama yang saya hadapi adalah penggunaan panggilan nama yang tidak konsisten sejak awal. Saya bingung apakah “Red” dan “Dita” merujuk kepada dua individu yang berbeda, namun ternyata keduanya adalah sosok yang sama. Kejelasan ini hanya terungkap ketika saya melibatkan diri lebih dalam dengan setiap halaman yang saya balik.

Dengan kesabaran dan ketekunan, saya mulai memahami kisah yang dihadirkan. Pusaran kata dan adegan demi adegan mulai membentuk gambaran yang lebih jelas di benak saya. Saya merasakan bagaimana setiap putaran halaman membuka pintu ke pemahaman yang lebih dalam tentang karakter dan alur cerita.

Selain itu, dalam perjalanan membaca narasi, saya juga menemukan bahwa saya mampu memahami isi buku dengan baik. Meskipun terdapat beberapa istilah khusus dari dunia hukum dan kedokteran yang digunakan jauh merayu lautan asing bagi telinga awam, saya masih mampu menangkap maknanya karena penulis dengan teliti selalu berupaya menjelaskan kata-kata tersebut untuk mempermudah pemahaman pembaca yang mungkin awam dalam bidang tersebut. Keberhasilan penulis dalam menjembatani kesenjangan pengetahuan antara pembaca dan isinya sungguh menjadi nilai tambah yang memperkaya pengalaman membaca saya.

Saya tak dapat menyangkal bahwa buku ini benar-benar memikat perhatian saya, seakan menjadi magnet yang tak bisa saya lepaskan. Mungkin ini hanyalah soal selera pembaca, namun bagi saya, buku ini sungguh menghadirkan keseruan yang tak terbantahkan. Meskipun memenuhi dengan adegan kilas balik yang melimpah, saya tak merasa terganggu sedikit pun. Bahkan, saya melihatnya sebagai upaya penulis untuk memastikan bahwa setiap detail terjaga dengan baik, agar pembaca tidak kehilangan satu pun inti cerita.

Akan tetapi, seperti halnya dengan buku-buku lainnya, saya merasa bahwa buku ini masih memiliki kekurangan bagi saya secara pribadi. Terutama, terdapat beberapa adegan yang saya anggap tidak selaras dengan nilai-nilai dan preferensi saya. Khususnya, ketika narasi mulai menjelajahi wilayah romansa yang lebih dalam, terkadang adegan-adegan yang eksplisit, seperti ciuman atau lelucon yang berbau seksual, muncul secara tiba-tiba. Meskipun karakter-karakternya telah menikah dan mungkin hanya sekejap, tetapi saya tetap merasa tidak nyaman. Hal ini terutama karena buku ini sejak awal terasa kental dengan nuansa keagamaan, sehingga kehadiran adegan-adegan semacam itu terasa kurang sesuai bagi saya. Namun, saya sadari bahwa hal ini hanyalah preferensi pribadi saya, dan mungkin tidak selalu relevan bagi pembaca lain.

Selain itu, saya juga menyadari bahwa terdapat banyak sekali tokoh dalam buku ini. Meskipun tidak semua tokoh mendapatkan sorotan khusus, hal ini dapat menyulitkan beberapa pembaca untuk menjaga benang merah cerita. Terlebih lagi, penggunaan nama “Dita” yang terlalu sering bisa menjadi dilema tersendiri; meskipun menciptakan nuansa keunikan, namun dapat menjadi bumerang bagi pembaca yang berusaha mengikuti jejak setiap karakter.

Tidak hanya itu, penyelesaian kasus yang ditawarkan dalam buku ini juga masih menyisakan banyak tanda tanya. Kurangnya interaksi antara
Natan dan Sekar
, mulai dari awal hingga akhir persidangan, menimbulkan rasa kecewa. Saya merasa bahwa potensi untuk menggali dinamika yang lebih dalam seolah dilewatkan begitu saja oleh sang penulis, menyisakan ruang kosong yang belum terjamah oleh kepiawaian pena.

Sejauh perjalanan melintasi halaman-halaman The Case We Met karya Flazia, saya menemukan sebuah dunia yang mengagumkan, penuh dengan intrik, romansa, dan teka-teki yang memikat hati pembaca. Meskipun tak luput dari beberapa kekurangan, keseluruhan pengalaman membaca ini cukup seru dan memuaskan, terutama bagi mereka yang tengah merindukan sentuhan romansa dalam bacaan mereka. Dalam keunikannya, buku ini mampu mengajak pembaca melupakan waktu dan membenamkan diri dalam alur cerita yang memikat, membuatnya layak menjadi teman setia bagi malam yang sunyi dan hati yang haus akan petualangan.

Expand filter menu Content Warnings

findurbook's review

Go to review page

emotional funny hopeful informative inspiring relaxing sad tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

5.0

goldenelegy's review

Go to review page

challenging funny informative inspiring reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? No

4.5

This book is a proof that halal romance still can make you blush, giggle, and feel those butterflies. I finished this yesterday, took me about 3 days. At first I was afraid it would take me a while to finish this, but well! I liked it too much.

This story follows an attorney, Redita, and an anesthesiologist, Natan, who meets in a malpractice case, just like what the title says. Long short story, they've known each other since high school but only started to actually know about each other after the case. So because they're both practicing muslims, they set boundaries such as no skinship and no being in the same room without other people around. BUT the way they care about each other, bicker with each other (funnily), and become shy around each other is why they're SO CUTE. ALSO there are times when they get in the same bus and one of them clarify, "Jangan salah paham," or dont misunderstand, and then the other answers,  "Saya nggak salah paham tuh," or I didn't misunderstand (as they don't want the other to get the wrong idea, like to assume that they're intentionally getting in the same bus to see each other LOL). It's funnier in Indonesian i promise. And then after
they marry each other,
they become 1000x CUTER.

Even though the story is centered around law and medical fields, I find it really enjoyable. The author added both humors and some medical explanations, making them balanced. The story flows smoothly even though the timeline alternately jumps forward and backward. I would say this book's seru abis in Indonesian. I highly recommend this to my fellow Indonesian who loves a light metropop romance. 

rasunshiny's review

Go to review page

3.0

Tema yang baru untuk genre metropop. Mengangkat pengacara dan dokter sebagai profesi sang tokoh utama penulis berhasil membawa pembaca untuk memasuki dunia kerja Dita dan Natan. Penjelasan yang detail mengenai pengadilan dan kedokteran tidak terasa berlebihan dan membuatku lebih bisa memahami jalan cerita. Kisah romansa antara Dita dan Natan yang diam-diam suka membuatku gemas. Beberapa kali penulis akan membawa pembaca kembali ke masa lalu untuk melihat kilas balik pertemuan Dita dan Natan selama masih di bangku sekolah menengah. Hal unik dan menarik buatku adalah penulis menamai setiap babnya dengan pasal 1 dst juga diawal dicantumkan 'pasal' tersebut yang bisa dibilang cuplikan dari apa yang akan terjadi dalam chapter tersebut.

Sepanjang 100 halaman pertama aku sangat terbawa dengan alur cerita dan narasi dari buku ini. Selanjutnya pembaca akan mulai melihat perkembangan hubungan antara kedua tokoh utama. Namun setengah terakhir aku merasa cukup bosan karena beberapa kali menemukan penjelasan yang terlalu melebar dan menurutku tidak perlu dimasukkan ke dalam cerita. Selain itu narasi dari buku ini semakin membosankan karena lebih banyak telling dibanding showing yang membuatku tidak begitu tertarik untuk terus membalikan halaman. Ending dari buku ini pun kurang memuaskan buatku, satu chapter terakhir memberikanku kesan seperti membaca cerita dari awal kembali. Walaupun sebenarnya alur diakhir itu juga termasuk dalam plot cerita, mungkin lebih pas jika kejadian tersebut diletakkan sebelumnya.

Karakter seluruh tokoh dalam buku ini sangat memorable dan saling mengisi satu sama lain. Perihal Natan yang dijuluki 'Serigala SMA 1' pun memiliki latar belakang yang membuat karakter Natan lebih realistis, ia bukan sekedar 'bad boy' yang suka sama perempuan alim kayak Dita. Perkembangan hubungan diantara keduanya diceritakan dengan oleh penulis.

Aku rekomendasikan buku ini sebagai genre metropop yang fresh dan layak untuk diikuti kisahnya.

3.5 of 5 stars

yuliyono's review

Go to review page

4.0

First line:
[sidang kedelapan, New York Criminal Court; Lantai 13
"Red! Astaga, Nona Harris! Jangan lari-lari begitu! Nanti Anda jatuh!" teriak Hakim Walter yang baru saja hendak memasuki ruang sidang nomor 1301.
---hlm.5, Chapter 1 - Preambule

Thanks to Kak Raya, yang sudah ngasih kejutan manis di hari-hari terakhir jelang kebijakan kantor untuk #WorkFromHome (WFH) dalam rangka #SocialDistancing dan #PhysicalDistancing #DiRumahAja guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 yang makin mengkhawatirkan ini. Setuju juga sama Kak Raya yang sedih harus banyak membatasi aktivitas berkumpul, padahal kalau para pembaca sudah berkumpul dan ngobrolin buku itu seru banget. Namun, demi masa depan yang lebih sehat, kita semua harus mematuhi imbauan, anjuran, bahkan larangan yang ditetapkan pemerintah, ya?

It's definitely a PAGE-TURNER! Saya benar-benar kepincut dari awal baca dan nggak bisa berhenti hingga halaman terakhir. Untunglah, di sela-sela WFH, saya bisa segera menuntaskan-baca novel ini. Melirik kiprahnya, Flazia (Fildzah Izzazi Achmadi) bukan nama baru di industri perbukuan, tapi untuk di lini metropop, sepertinya ini karya debutannya. Dan, buat saya, cukup memesona serta tidak mengecewakan.

Plot: Redita "Dita" Harris, pengacara berhijab (yang karenanya dijuluki Red Riding Hijab) asal Indonesia yang sukses menangani beberapa kasus kontroversial di New York, terutama kasus-kasus antara lansia-pasien melawan dokter yang diduga melakukan tindakan malapraktik. Dalam satu titik, Dita harus kembali ke Indonesia, sekaligus menjadi pengacara untuk Natanegara "Natan" Langit, dokter anestesi yang dituduh melakukan malapraktik hingga menyebabkan meninggalnya pasien yang ditanganinya. Tak hanya harus berjibaku membuktikan bahwa Natan tidak bersalah di persidangan, Dita pun harus menata hatinya demi menemui lelaki yang sudah ditaksirnya habis-habisan sejak lama--sejak SMA, mantan tunangan yang menjadi lawannya di persidangan, hingga ancaman pembunuhan dari salah satu narapidana yang sakit hati karena kalah dan dipenjara berkat Dita.

Saya menyukai latar kesehatan: dokter, rumah sakit, ruang operasi, dan sebagainya; sejak membaca beberapa novel karya Mira W. Juga karena duluuu banget saya pernah bercita-cita menjadi dokter, yang akhirnya nggak kesampaian. Ditambah dengan intrik persidangan yang lumayan, membuat The Case We Met begitu asyik untuk dinikmati. Khusus untuk unsur kesehatannya, cukup mendetail. Bahkan, mungkin, untuk sebagian pembaca akan terkesan terlalu detail.

Buat saya sih, yang memang menggemari novel-novel metropop dengan alasan agar bisa menambah wawasan dunia kerja kaum urban, rupa-rupa dunia kesehatan di novel ini--khususnya spesialis anestesi, sangat menarik karena Flazia berhasil mengemasnya sedemikian rupa hingga tidak seperti sedang membaca jurnal ilmiah. Karena saya tidak bekerja di bidang kesehatan dan sedang tidak berminat fact-check, saya nggak bisa memastikan apakah seluruh fakta kesehatan di novel ini sudah benar. Well, Flazia memang kuliah di kedokteran/farmasi (?) dan berprofesi sebagai dokter (sekaligus script writer?)--profil linkedin: fildzahia, jadi mestinya faktanya dapat dipertanggungjawabkan ya.

Sementara untuk intrik hukum/persidangannya, tentu saja jangan mengharapkan yang sepelik seperti dalam novel-novelnya John Grisham, ya. Agak mendekati kasus yang diselesaikan Elle Woods di film Legally Blonde-nya Reese Witherspoon itu, deh. Ya nggak silly-komedi begitu, cuma agak gampang ditebak ujungnya dan kurang mendebarkan untuk tokoh Natan sebagai terdakwa.

Untungnya lagi, unsur romance yang dibangun Flazia pun tidak cringe, terhindar dari instalove--cenderung slow burn, dan cukup manis. Cinta lama bersemi kembali, cinta yang ternyata bertepuk sebelah tangan, dan cinta yang salah sasaran. Mungkin novel ini tidak menyimpan plot twist, tapi banyak kejutan kecil yang bikin saya memekik bahagia campur haru di sana-sini. Tak jarang, di banyak bagiannya saya juga tergelak oleh dialog yang kocak dan witty-banter yang oke punya. Well done, Flazia.

Sayangnya, saya tak jadi memberikan 5 bintang utuh ke novel ini, karena seperempat bagian akhirnya. Oke, saya paham harus ada adegan penyerangan itu--sop.iler(spoiler), untuk konsistensi cerita, tapi... entahlah. Agak kurang meyakinkan, nanggung saja jadinya.

Hal lain yang menurut saya agak menyulitkan novel ini menjangkau pembaca yang lebih luas (semoga saya salah, semoga saya salah, semoga saya salah):
1. gaya penulisan Flazia di novel ini sangat mirip dengan gaya novel terjemahan, yang sayang sekali, beberapa pembaca masih merasa novel terjemahan tak terlalu nyaman dibaca;
2. meskipun tidak jatuh ke gaya dakwah/ceramah sedalam novel-novel religi islam (yes, ayat-ayat cinta, dsb), tapi konten bernuansa islam pada beberapa bagian (terutama menuju ending) cukup kental dengan mengutip serta menginterpretasikan ayat alquran dan hadis.

Overall, for me, The Case We Met adalah novel metropop debutan yang cukup mengejutkan--in a good way. Dengan menyematkan rating 4 bintang, tentu saja, novel ini berhasil memikat saya, mulai dari gaya menulis, latar belakang, plot, dan parade karakter yang kuat. Namun demikian, masih ada beberapa bagian yang agak nanggung.

Topik bahasan:
1. Cinta lama bersemi kembali
2. Menyukai sahabat kakak
3. Office romance
4. Latar: hukum (pengecara) dan kesehatan (dokter)
5. Bad boy became a good guy
6. Drama keluarga
7. Setting: New York dan Yogyakarta

Selamat membaca, kamu.

End line:
Ayo kita pulang sekarang.
---hlm.434, Adendum

ativonmi's review

Go to review page

5.0

Bagus!!! Asik juga liat kisah lain dokter sama pengacara gini. Mana yang buat aku heran, ini bukunya banyak part islami gitu tapi aku ngak ngerasa di tahap cringe waktu bacanya, soalnya ada tuhh yang romance islami yang jadinya malah cringe dan terlalu aneh. Tapi yang ini ngak, keren

ppaperreads's review

Go to review page

informative lighthearted mysterious medium-paced

5.0

nacunaz's review

Go to review page

5.0

Favorit!!!!!!! dua orang dengan profesi yang berbeda harus bertemu kembali karena suatu kasus. wow. kisah mereka juga, kisah yang belum selesai sebenarnya (menurutku). mungkin di awal bakalan bikin bosen BUT trust me seiring halaman berjalan ceritanya bakalan worth to read banget. author-nya juga ngejelasin dengan detail banget keadaan atau kejadian yang terjadi di suatu scene, dan juga penjelasan tentang karakter-karakter pendamping dan menurutku walaupun porsinya lumayan, tapi itu cukup ngebantu atau memperjelas ceritanya sih. semua emosi dari karakter-karakter yang muncul itu kerasa semua. terutama scene Pak Baran (jujur aku nangis).

minusnya yang kurang aku suka itu chapter kilas balik itu tiba-tiba muncul tanpa aba-aba. but, it's okay.

untuk karakter aku suka banget sama tiga serangkai Natan, Rehan, dan Akbar. gatau kenapa pertemanan mereka sehat banget. Natan... omg greenflag sekali kamu

bysunflouer's review

Go to review page

hopeful inspiring lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes

4.0

ssn_js's review against another edition

Go to review page

challenging lighthearted tense medium-paced
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes

5.0