Take a photo of a barcode or cover
autumnfallreader's Reviews (1.05k)
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
No
Diverse cast of characters:
No
Baca di GD
Jadi sebenernya buku ini tuh gimana ya? Wkwkwk. Kalau dari buku sebelumnya (yang ternyta itu cerita Alesha adiknya Alwin. Pantesan aku ngerasa familiar sama Alesha) aku lebih menikmari buku ini sih. Karena buku ini bikin aku geleng-geleng tidak habis pikir, wkwkwk.
Apa ya? Yah sebenernya aku bisa dibilang cepet baca ini karena enggak tahu juga. Tapi aku nggak tahu apa yang kusuka dari buku ini. Mungkin pertengahan pas waktu hubungan mereka baik-baik aja aku menikmati baca bukunya? Entahlahya. Aku juga enggak yakin. Tapi menurutku nih ya:
1. Buku ini terlalu banyak agenda. Menurutku, banyak yang mau penulis sampaikan di buku ini. Tentang keluarga, tentang cinta, tentang kesetian dan komitmen, tentang memaafkan, tentang ikhlas. Banyaklah pokoknya daaaan narasinya itu menggurui sekali. Kayak, pernah nggak baca sesuatu terus kamu ngerasa buku itu terlalu sok tahu? Nah mungkin itu yang aku rasain waktu baca buku inu. Well, yaaah, bukan hal yang aneh sih karena dari duku aku emang nggak suka story telling dari penulisnya, so "It's me" problem.
2. Karakter yang tidak jelas. Mari kita bahs dulu Edna. Edna ini diawal digambarkan sebagai cewek yang kuat tapi vulnerable tapi smart. Tapiii tiba-tiba dia jadi cewek clingy yang post hal2 pribadi di media sosial??? Dia juga jadi needy banget. Okelah kalau misal itu mau dibuat layer karakternya, tapi menurutku rada nggak nyambung. Kemana Edna yang katanya classy itu? Kok malah jadi kekanakan tidak jelas? Dan dia mau nyerahin anaknya, yang dia lahirkan sendiri, ke ibu mertua dan calon mantan suaminya???? Plis deh, bener kata Alwin, Adna ini diluar nalar. Terus ada Alwin. Dia ini juga mauny apa deh? Di awal dia digambarkan dengan cowok dingin, tapi ke sini kok jadi cringe dia ini? Terus tiba-tiba dia berubah jadi si mulut jahat, terus tiba-tiba lagi nggak mau kehilangan, terus tiba-tiba lagi jatuh cinta????? Kenapa segalanga tiba-tiba?
3. Manipulatif. Ibunya manipulatif parah. Ibu mana yang jual cucunya supaya anaknya nikah sama cewek yang jagain cucunya? Ibu macam apa sih dia yang menyerahkan cucunya buat dijaga sama bibinga tapi tiba-tiba mau diambil balik??? Terus ini nelas banget nih ibunya emang pembohong dengan nawarin Alwin sesuatu yang jelas-jelas ibunya nggak ada niat buat itu? Terus ibunya nyuruh Alwin bilang cinta walaupub itu bohong? Dih mit amit. Oh, terus tiba-tiba dia nyesel? Ini ibu emang pilih kasih sih, karena semua harus tentang dia dan anak cowknya si Rafka yang sama aja manipulatifnya.
Kalau dipikir-pikir, ini yag jadi korban Alwin sih. Apes punga kakak yg jadi bayang2 dia terus dan rebut semu perhatian, apes punya ibu yang manipulatif, dan apes juga istrinya maksa2 dia bilng cinta. Yaah, karena kalau gk bilang gitu nanti istrinya pergi dan ninggalin anaknya ke dia semua. Like?????
Yaah, intinya buku ini bukan buatku aja sih. As simple as that.
Jadi sebenernya buku ini tuh gimana ya? Wkwkwk. Kalau dari buku sebelumnya (yang ternyta itu cerita Alesha adiknya Alwin. Pantesan aku ngerasa familiar sama Alesha) aku lebih menikmari buku ini sih. Karena buku ini bikin aku geleng-geleng tidak habis pikir, wkwkwk.
Apa ya? Yah sebenernya aku bisa dibilang cepet baca ini karena enggak tahu juga. Tapi aku nggak tahu apa yang kusuka dari buku ini. Mungkin pertengahan pas waktu hubungan mereka baik-baik aja aku menikmati baca bukunya? Entahlahya. Aku juga enggak yakin. Tapi menurutku nih ya:
1. Buku ini terlalu banyak agenda. Menurutku, banyak yang mau penulis sampaikan di buku ini. Tentang keluarga, tentang cinta, tentang kesetian dan komitmen, tentang memaafkan, tentang ikhlas. Banyaklah pokoknya daaaan narasinya itu menggurui sekali. Kayak, pernah nggak baca sesuatu terus kamu ngerasa buku itu terlalu sok tahu? Nah mungkin itu yang aku rasain waktu baca buku inu. Well, yaaah, bukan hal yang aneh sih karena dari duku aku emang nggak suka story telling dari penulisnya, so "It's me" problem.
2. Karakter yang tidak jelas. Mari kita bahs dulu Edna. Edna ini diawal digambarkan sebagai cewek yang kuat tapi vulnerable tapi smart. Tapiii tiba-tiba dia jadi cewek clingy yang post hal2 pribadi di media sosial??? Dia juga jadi needy banget. Okelah kalau misal itu mau dibuat layer karakternya, tapi menurutku rada nggak nyambung. Kemana Edna yang katanya classy itu? Kok malah jadi kekanakan tidak jelas? Dan dia mau nyerahin anaknya, yang dia lahirkan sendiri, ke ibu mertua dan calon mantan suaminya???? Plis deh, bener kata Alwin, Adna ini diluar nalar. Terus ada Alwin. Dia ini juga mauny apa deh? Di awal dia digambarkan dengan cowok dingin, tapi ke sini kok jadi cringe dia ini? Terus tiba-tiba dia berubah jadi si mulut jahat, terus tiba-tiba lagi nggak mau kehilangan, terus tiba-tiba lagi jatuh cinta????? Kenapa segalanga tiba-tiba?
3. Manipulatif. Ibunya manipulatif parah. Ibu mana yang jual cucunya supaya anaknya nikah sama cewek yang jagain cucunya? Ibu macam apa sih dia yang menyerahkan cucunya buat dijaga sama bibinga tapi tiba-tiba mau diambil balik??? Terus ini nelas banget nih ibunya emang pembohong dengan nawarin Alwin sesuatu yang jelas-jelas ibunya nggak ada niat buat itu? Terus ibunya nyuruh Alwin bilang cinta walaupub itu bohong? Dih mit amit. Oh, terus tiba-tiba dia nyesel? Ini ibu emang pilih kasih sih, karena semua harus tentang dia dan anak cowknya si Rafka yang sama aja manipulatifnya.
Kalau dipikir-pikir, ini yag jadi korban Alwin sih. Apes punga kakak yg jadi bayang2 dia terus dan rebut semu perhatian, apes punya ibu yang manipulatif, dan apes juga istrinya maksa2 dia bilng cinta. Yaah, karena kalau gk bilang gitu nanti istrinya pergi dan ninggalin anaknya ke dia semua. Like?????
Yaah, intinya buku ini bukan buatku aja sih. As simple as that.
emotional
medium-paced
Plot or Character Driven:
N/A
Strong character development:
N/A
Loveable characters:
No
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
No
Kalau dihitung ama cerita yang di Wattpad, berarti ini buku ketiga dari penulis yang aku baca, tapi sedikit banyak buku ini terlalu datar dan nggak memunculkan spark sedikit pun.
Mari kita mulai dengan Pros.
Selain narasinya yang enak dibaca, aku suka dengan detailnya pekerjaan di cerita ini. Karena ini emang Job Series, jadi jelas itu bukan hal yang aneh. Tapi yang paling kusuka adalah gimana yang diambil adalah sisi gamers dan librarian.
Jujur, dua hal itu beneran dua hal yang sama-sama dianggap skpetis sama lingkunganku, makanya ketika baca ini aku kayak, seneng aja. Si tukang main games dan si tukang baca buku. Gitulah sebutan yang biasanya disematkan sama lingkunganku ini.
Walaupin gitu, buku ini sebenernya lebih fokus ke bagian games-nya. Salah satu hal yang kusadari adalah, buku ini ingin menunjukan bahwa games tuh bukan "cuma", dan memang berhasil sih buatku. Teknologi dengan substansi. Gitu kalau mau ngikutin apa kata Pange sama Magda.
Nah, segitu aja hal yang kusuka. Mari lanjut ke Cons:
1. Two dimensional characters. Ini fatal banget sih jujur. Buatku, cerita dengan karakter yang bland kayak gini bikin aku mudah lupa sama bukunya. Dan bukan cuman itu, selama baca aku nggak bisa peduli sama siapa pun di cerita ini.
Aku ngambil dari omongam Abbie Emmons bahwa setiap tokoh cerita itu harus punya 3 hal. Misbelief, fear, and desire. Kalau tokoh punya 3 hal itu, seorang tokoh bakalan sangat hidup. Nah, masalahnha baik Pange atau Magda enggak ada ketiganya. Mungkin Pange punya desire, tapi itu ditunjukan di hampir mau ke seperempat buku. Buat Magda mungkin dia punya fear, tapi itu semua ditunjukin di akhir. Jadi gimana aku bisa attached sama tokoh2nya kalau mereka nggak punya 3 hal itu? Aku bahkan nggak bisa peduli setitik pun sama mereka.
Karena dari tokoh udah datar, jadi pasti nggak ada lagi yang bikin aku menikmati buku ini.
Aku bahkan kesel banget pas rahasia Magda kebongkar dan aku ngerasa kek, apaan sih maksa banget kek mau dibikin misterius padahal mah apaan.
2. Konflik yang numpang lewat dan terkesan main-main. Maksudku, buku ini super duper light, jadi ketika ada konflik, konflik-nya sangat-sangat tidak penting dan gaje. Salah satu preferensiku aadalah kalau sebuah buku punya konflik, kasih waktu ke pembaca buat meresapi konflik itu dan bukannya diselesaikan sedetik kemudian. Maksudnya, di halaman A ada konflik, eh di halaman C yang notabene jaraknha cuman 3 lembar udah baikan lagi. Kek ngapaiiin?
3. Aku nggak suka dengan cafa bukuini mendeskripsikan Magda. Pange selalu bilang malau Magda ini antik, aku sebagai pembaca nggak bisa merasakan keantikan Magda. Apa sih yang bikin dia antik, apa iya cuman dari baju doang? Sekali lagi, buku ini terlalu maksa buat bikin Magda jadi satu-satunya cewek unik, padahal enggam dideskripsiin atau ditunjukin keantikan MMagdaini kayak gimana.
Menurutku, buku ini gagal banget buat bikin aku suka sama ceritanya.
Mari kita mulai dengan Pros.
Selain narasinya yang enak dibaca, aku suka dengan detailnya pekerjaan di cerita ini. Karena ini emang Job Series, jadi jelas itu bukan hal yang aneh. Tapi yang paling kusuka adalah gimana yang diambil adalah sisi gamers dan librarian.
Jujur, dua hal itu beneran dua hal yang sama-sama dianggap skpetis sama lingkunganku, makanya ketika baca ini aku kayak, seneng aja. Si tukang main games dan si tukang baca buku. Gitulah sebutan yang biasanya disematkan sama lingkunganku ini.
Walaupin gitu, buku ini sebenernya lebih fokus ke bagian games-nya. Salah satu hal yang kusadari adalah, buku ini ingin menunjukan bahwa games tuh bukan "cuma", dan memang berhasil sih buatku. Teknologi dengan substansi. Gitu kalau mau ngikutin apa kata Pange sama Magda.
Nah, segitu aja hal yang kusuka. Mari lanjut ke Cons:
1. Two dimensional characters. Ini fatal banget sih jujur. Buatku, cerita dengan karakter yang bland kayak gini bikin aku mudah lupa sama bukunya. Dan bukan cuman itu, selama baca aku nggak bisa peduli sama siapa pun di cerita ini.
Aku ngambil dari omongam Abbie Emmons bahwa setiap tokoh cerita itu harus punya 3 hal. Misbelief, fear, and desire. Kalau tokoh punya 3 hal itu, seorang tokoh bakalan sangat hidup. Nah, masalahnha baik Pange atau Magda enggak ada ketiganya. Mungkin Pange punya desire, tapi itu ditunjukan di hampir mau ke seperempat buku. Buat Magda mungkin dia punya fear, tapi itu semua ditunjukin di akhir. Jadi gimana aku bisa attached sama tokoh2nya kalau mereka nggak punya 3 hal itu? Aku bahkan nggak bisa peduli setitik pun sama mereka.
Karena dari tokoh udah datar, jadi pasti nggak ada lagi yang bikin aku menikmati buku ini.
Aku bahkan kesel banget pas rahasia Magda kebongkar dan aku ngerasa kek, apaan sih maksa banget kek mau dibikin misterius padahal mah apaan.
2. Konflik yang numpang lewat dan terkesan main-main. Maksudku, buku ini super duper light, jadi ketika ada konflik, konflik-nya sangat-sangat tidak penting dan gaje. Salah satu preferensiku aadalah kalau sebuah buku punya konflik, kasih waktu ke pembaca buat meresapi konflik itu dan bukannya diselesaikan sedetik kemudian. Maksudnya, di halaman A ada konflik, eh di halaman C yang notabene jaraknha cuman 3 lembar udah baikan lagi. Kek ngapaiiin?
3. Aku nggak suka dengan cafa bukuini mendeskripsikan Magda. Pange selalu bilang malau Magda ini antik, aku sebagai pembaca nggak bisa merasakan keantikan Magda. Apa sih yang bikin dia antik, apa iya cuman dari baju doang? Sekali lagi, buku ini terlalu maksa buat bikin Magda jadi satu-satunya cewek unik, padahal enggam dideskripsiin atau ditunjukin keantikan MMagdaini kayak gimana.
Menurutku, buku ini gagal banget buat bikin aku suka sama ceritanya.
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
No
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
Yes
I just got the ebook from romance read book club. Thank you so much!! 💜
.
.
So, I don't think I like the book, but I don't hate the book either. The book is decent to read and still enjoyable at the most part.
But, I think I don't really attach to the story because I don't get the chemistry between Nick and Aurora. It's flat for me. The moment of truth, the big moment, just like that and it doesn't move me.
Their relationship is not believable for me.
.
.
So, I don't think I like the book, but I don't hate the book either. The book is decent to read and still enjoyable at the most part.
But, I think I don't really attach to the story because I don't get the chemistry between Nick and Aurora. It's flat for me. The moment of truth, the big moment, just like that and it doesn't move me.
Their relationship is not believable for me.
funny
medium-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
Yes
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
No
Kocak banget kalau Nico sama Citra udah ngobrol, wkwkwk. Aku suka ceritanya ringan dan refreshing tapi di awalnya menurutku rada bosen. Itu juga karena aku rada merod setelah liat Nicolas Panji ada di 7 Days to The Party tapi ternyata Nicolas Panji di UYS beda lagi tapi deskripsinya mirip. Tapi mungkin emang namanya aja yang sama.
Overall, aku suka bukunya.
You can grab the boom from the author's website.
It's Insta love, whar do I expect? 😂
Too rush coz this book just has 56 pages based on my device and at some point this story a little bit cringe for me, yet the story quite interesting so I want to know the other stories from this series.
It's Insta love, whar do I expect? 😂
Too rush coz this book just has 56 pages based on my device and at some point this story a little bit cringe for me, yet the story quite interesting so I want to know the other stories from this series.
emotional
lighthearted
slow-paced
Plot or Character Driven:
N/A
Strong character development:
No
Loveable characters:
Complicated
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
No
Yap akhirnya selesai juga aku baca ini. Jujur, aku merasa kurang puas dengan endingnya. Mungkin karena aku pingin liat Pak Dharma lebih banyak dan pingin kiat dia menderita. Beneran bikin emosi dan aku ngerasa closure-nya kurang aja. Padahal nih buku tebel banget tapi endingnya tetep kentang. Bete banget. 😂
Oke mari move ke pros and cons:
•Pros
Seperti biasa, aku bakalan bertahan baca buku setebel apapun kalau dua-duanya ada di dalam sebuah cerita.
1.Narasi yang enak dibaca dan gaya bercerita yang asyik dan ngalir.
2. Tokoh-tokohnya nggak nyebelin.
Kalau ssebuah cerita itu udah sesuai seleraku, bakalan bisa aku abisin. Yup, termasuk buku ini.
Karena penulisnya juga emang dokter, jadi dunia kedokterannya juga detail. Obrolan-obrolannya walaupun receh tapi menambah wawasan. Walaupun aku nggak yakin aku bakalan inget juga, sih, wkwkwk. Tapi emang ceritanya tuh kerasa banget kayak lagi nonton drakor kedokteran. Bedanya kalau drakor menegangkan karena banyak operasi sana sini, kalau ini banyak istilah yang sebenrnya nggak penting-penting aamat buat ada menurutku.
Aku suka juga dinamika Reno-Nadia nya. Hubungan mereka dewasa dan berpikir jauh ke depan. Enggak cheesy dan terasa manis.
Anindya-Ilyas. Too bad mereka cuman dapet jatah 3 chapter di ekstra chapter padahal mereka steal the show. Ini aku tambahin 0,5 buat mereka nih. Asli yak, 3 chapter ini malah yang palinv ngena buatku. CClosure-nya dapet (buat ukuran 3 chapter sih dapet banget), chemistry-nya lebih oke ketimbang Reno-Nadia, dan yang jelas mereka berdua lebih berkarakter. Aaaaaaaaa, I need their own story. Tidak cukup kalau cuman 3 chapter ajaa. Huhu.
•Cons:
Mulai dari narasi yang info dumping. Serius ya, nggak penting ngomongin demam panas sampe 1 lembar setengah yang cuman ujung-ujungnya ngomongin perasaan Nadia, yang makin nambah lagi info dumpingnya karena bertele-tele. Buku ini tuh selalu bikin aku suka tapi untuk dijatuhkan dengan narasi macam artikel di al*d*k*r. Begini lho, preferensiku, kalau ada istilah-istilah dalam pekerjaan gang dijadiin narasi dalam cerita, jangan terlalu gamblang cem artikel kayak gini. Masih mending ini kalau masih nyambung sama narasi ceritanya, ini malah jumpy dan mmaksa banget. Cape banget bacanya. Tiap yakin mo kasih ratibg tinggi harus dibikin kesel sama ini. Itu narasi demam salah satu aja. Karena ini tersebar di hampir setiap chapter. Aku kalau jadi editornya mau kupangkas aja, wkwkwk.
Buku setebel ini tapi nggak bisa ngebuat chemistry Nadia-Reno terasa kuat. Seperti yang kubilang di awal, closure nya kurang dan terasa terburu-buru. Daripada panjang di awal yang sebenernya nggak penting juga, mending endingnya yang dibikin lebih ngena. Belum lagi konflik yang hebat ini malah diakhiri dengan begitu aja. Tentu aku kecewa berat. Semua konflik di buku ini potensial, tapi semua masalah diselesaikam dengan instan dan terburu-buru. Ayesha-Reno, Nadia-dan kekuarganya, terakhir Reno-Nadia. 3 konflik ini aku sukaaaa semuanya, tapi dikecewakan dengan penyelesaian berbentuk ringkasan cerita.
Oh satu lagi, ini pet peeves aja, aku nggak begitu suka kalau di narasi ada emot kayak di percakapan. Kek, apabya, cringe aja aku liatnya, wkwk.
Overall, bukunya punya potensi lebih ddansemoga buku selanjutnya bisa lebih asyik dibaca lagi.
Oke mari move ke pros and cons:
•Pros
Seperti biasa, aku bakalan bertahan baca buku setebel apapun kalau dua-duanya ada di dalam sebuah cerita.
1.Narasi yang enak dibaca dan gaya bercerita yang asyik dan ngalir.
2. Tokoh-tokohnya nggak nyebelin.
Kalau ssebuah cerita itu udah sesuai seleraku, bakalan bisa aku abisin. Yup, termasuk buku ini.
Karena penulisnya juga emang dokter, jadi dunia kedokterannya juga detail. Obrolan-obrolannya walaupun receh tapi menambah wawasan. Walaupun aku nggak yakin aku bakalan inget juga, sih, wkwkwk. Tapi emang ceritanya tuh kerasa banget kayak lagi nonton drakor kedokteran. Bedanya kalau drakor menegangkan karena banyak operasi sana sini, kalau ini banyak istilah yang sebenrnya nggak penting-penting aamat buat ada menurutku.
Aku suka juga dinamika Reno-Nadia nya. Hubungan mereka dewasa dan berpikir jauh ke depan. Enggak cheesy dan terasa manis.
Anindya-Ilyas. Too bad mereka cuman dapet jatah 3 chapter di ekstra chapter padahal mereka steal the show. Ini aku tambahin 0,5 buat mereka nih. Asli yak, 3 chapter ini malah yang palinv ngena buatku. CClosure-nya dapet (buat ukuran 3 chapter sih dapet banget), chemistry-nya lebih oke ketimbang Reno-Nadia, dan yang jelas mereka berdua lebih berkarakter. Aaaaaaaaa, I need their own story. Tidak cukup kalau cuman 3 chapter ajaa. Huhu.
•Cons:
Mulai dari narasi yang info dumping. Serius ya, nggak penting ngomongin demam panas sampe 1 lembar setengah yang cuman ujung-ujungnya ngomongin perasaan Nadia, yang makin nambah lagi info dumpingnya karena bertele-tele. Buku ini tuh selalu bikin aku suka tapi untuk dijatuhkan dengan narasi macam artikel di al*d*k*r. Begini lho, preferensiku, kalau ada istilah-istilah dalam pekerjaan gang dijadiin narasi dalam cerita, jangan terlalu gamblang cem artikel kayak gini. Masih mending ini kalau masih nyambung sama narasi ceritanya, ini malah jumpy dan mmaksa banget. Cape banget bacanya. Tiap yakin mo kasih ratibg tinggi harus dibikin kesel sama ini. Itu narasi demam salah satu aja. Karena ini tersebar di hampir setiap chapter. Aku kalau jadi editornya mau kupangkas aja, wkwkwk.
Buku setebel ini tapi nggak bisa ngebuat chemistry Nadia-Reno terasa kuat. Seperti yang kubilang di awal, closure nya kurang dan terasa terburu-buru. Daripada panjang di awal yang sebenernya nggak penting juga, mending endingnya yang dibikin lebih ngena. Belum lagi konflik yang hebat ini malah diakhiri dengan begitu aja. Tentu aku kecewa berat. Semua konflik di buku ini potensial, tapi semua masalah diselesaikam dengan instan dan terburu-buru. Ayesha-Reno, Nadia-dan kekuarganya, terakhir Reno-Nadia. 3 konflik ini aku sukaaaa semuanya, tapi dikecewakan dengan penyelesaian berbentuk ringkasan cerita.
Oh satu lagi, ini pet peeves aja, aku nggak begitu suka kalau di narasi ada emot kayak di percakapan. Kek, apabya, cringe aja aku liatnya, wkwk.
Overall, bukunya punya potensi lebih ddansemoga buku selanjutnya bisa lebih asyik dibaca lagi.
medium-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
No
Diverse cast of characters:
Yes
Flaws of characters a main focus:
Yes
Bca di GD
Bukunya nggak jelek, cuman bikin aku frustrasi aja.
• Pros:
Narasinya enak dibaca, dan kalau udah enak gini aku jadi pengen baca ceritanya yang lain lagi. Gaya berceritanya juga ngalir dan enak buat dibaca, enggak bikin bosen.
Walaupun aku nggak suka karakterisasinya, tapi aku tetep akuin kalau tokoh di sini itu begitu banyak flaw dan jadinya terasa sangat super duper manusiawi. Pilihan-pilihannya sesuai dengan karakternya. Jadi? Yup konsisten dengan karakternya.
•Cons:
I hate all of the characters of this book terutama Aldo. I don't even understand what he was doing. Kayak, kamu tuh kan bakaln jadi pemimpin dalam keluarga tapi kok semua tindakan tuh nggak dipikir dulu. Buat umur kamu yang udah segitu itu kamu terlalu kekanakan Do! Elaaaaaah.
Terus ya aku juga nggak suka sama dinamika hubungan mereka yang terlalu kekanakan. Gimana ya, aku ngeliatnya hubungan mereka itu nggak dewasa dan yang ada di benaknya tuh keknya cuman ada bunga-bunga. Umur segitu bukan buat maen-maen deh keknya.
Dania juga sama aja bikin aku frustrasi, tapi alhamdulillah Dania masih memakai akal sehatnya, wkwk.
Di sini tuh ada Tara, sahabatnya Dania, bilang gini "Kamu tuh yang selalu banyak berkorban."
Terus aku mikir? Ini si Dania berkorban apaan aja yak? Perasaan dia cuman berkorban perasaannga aja. Sedangkan Aldo tuh emang ngorbanin segalanya. Naaah bedanya, pengorbanan Dania itu pintar dan pengorbanan Aldo itu tidak pintar. Sekali lagi, alhamdulillah Danianya enggak terbutakan cinta.
Yang makin bikin aku frustrasi:
1. Aldo impulsif ngelamar Dania karena doi mah pindah ke Sydney. Cuuuy!!! Lu pikir pernilaham itu cuman sunshine and flower gitu? Cuman bakalan cinta-cintaan doang giti yang dipake? Aduuuuh umurmu berapa sih kok naif banget sih kamu jadi orang???? Pernikahan itu kan berharapnya sekali seumur hidup, tapi kok nggak dipikir dulu sih?? Belum lagiii dari awal hubungan mereka itu cheesy banget dan nggak ada obrolan serius. Sumpah deh, semuanya makin aneh karena di prolog itu Dania mengungkapkan kalau obrolan mereka itu pintar. Pintar apanyeeeeeeee? Receh semua.
Alhamdulillah lagu, Dania masi memakai akal sehat dan nolak lamaran Aldo dengan segala alasan yang masuk akalnya. Hhhh. Lelah banget.
2. Endingnya apaan siiiib? Kalian itu apa nggak bisa move on aja? Udah pada punya suami sama istri tapi kok masih kebayang2? Masih punya peran di kehidupan masa depan? Seriously? Aldo ngasih nama anaknya Anjani, which is itu nama Dania, trus Dania masih pake cincin pertunangan dari Aldo adahal dia udah hamil dan punya suami. Ini sih kalo mereka ketemu lagi bisa munculin bibit-bibit perselingkuhan. Hadeeeeeeeuh.
Dah lah, aku lega udah beresin bukunya.
Bukunya nggak jelek, cuman bikin aku frustrasi aja.
• Pros:
Narasinya enak dibaca, dan kalau udah enak gini aku jadi pengen baca ceritanya yang lain lagi. Gaya berceritanya juga ngalir dan enak buat dibaca, enggak bikin bosen.
Walaupun aku nggak suka karakterisasinya, tapi aku tetep akuin kalau tokoh di sini itu begitu banyak flaw dan jadinya terasa sangat super duper manusiawi. Pilihan-pilihannya sesuai dengan karakternya. Jadi? Yup konsisten dengan karakternya.
•Cons:
I hate all of the characters of this book terutama Aldo. I don't even understand what he was doing. Kayak, kamu tuh kan bakaln jadi pemimpin dalam keluarga tapi kok semua tindakan tuh nggak dipikir dulu. Buat umur kamu yang udah segitu itu kamu terlalu kekanakan Do! Elaaaaaah.
Terus ya aku juga nggak suka sama dinamika hubungan mereka yang terlalu kekanakan. Gimana ya, aku ngeliatnya hubungan mereka itu nggak dewasa dan yang ada di benaknya tuh keknya cuman ada bunga-bunga. Umur segitu bukan buat maen-maen deh keknya.
Dania juga sama aja bikin aku frustrasi, tapi alhamdulillah Dania masih memakai akal sehatnya, wkwk.
Di sini tuh ada Tara, sahabatnya Dania, bilang gini "Kamu tuh yang selalu banyak berkorban."
Terus aku mikir? Ini si Dania berkorban apaan aja yak? Perasaan dia cuman berkorban perasaannga aja. Sedangkan Aldo tuh emang ngorbanin segalanya. Naaah bedanya, pengorbanan Dania itu pintar dan pengorbanan Aldo itu tidak pintar. Sekali lagi, alhamdulillah Danianya enggak terbutakan cinta.
Yang makin bikin aku frustrasi:
Alhamdulillah lagu, Dania masi memakai akal sehat dan nolak lamaran Aldo dengan segala alasan yang masuk akalnya. Hhhh. Lelah banget.
2. Endingnya apaan siiiib? Kalian itu apa nggak bisa move on aja? Udah pada punya suami sama istri tapi kok masih kebayang2? Masih punya peran di kehidupan masa depan? Seriously? Aldo ngasih nama anaknya Anjani, which is itu nama Dania, trus Dania masih pake cincin pertunangan dari Aldo adahal dia udah hamil dan punya suami. Ini sih kalo mereka ketemu lagi bisa munculin bibit-bibit perselingkuhan. Hadeeeeeeeuh.
Dah lah, aku lega udah beresin bukunya.
lighthearted
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
Yes
Diverse cast of characters:
No
Flaws of characters a main focus:
Yes
Aku suka semua cerita epilognya sih. Fav pertama itu cerita Elliot kedua Jameson terus Tristan barudeh Chris.
Kalau misal cerita utamanya sih aku suma Tristan, Elliot, Christian, bru deh Jameson.
Heuheu.
Kalau misal cerita utamanya sih aku suma Tristan, Elliot, Christian, bru deh Jameson.
Heuheu.
emotional
fast-paced
Plot or Character Driven:
Plot
Strong character development:
No
Loveable characters:
Complicated
Diverse cast of characters:
Yes
Flaws of characters a main focus:
Yes
Awalnya mau kurang dari itu ratingnya tapi setelah kupikir2 lagi, perasaanku ke Evelyn ini rada rumit. Aku nggak suka dia, tapi kupikir dia enggak jahat dan nggak baik juga. Ya gtulah ya abu2. Sesuai kata buku ini, nggak ada yang bener-bener baik, dan nggak ada yang bener2 buruk.
Aku jujur nggam tahu sih apa aku bersimpati sama Evelyn ini atau enggak, tapi aku juga aakit hati pas scene Harry sama Connor. Dn waktu scene Harry itu aku ngerasa patah hati buat Connie, dan pas scene Connie, kipikir aku patah hati buat Evelyn? I dunno. Maybe yes maybe not. Yang jelas orang yang bener aku peduliin di sini itu ya Monique. Aku seneng pas akhirnya dia mau take action buat kpentingannya.
Ngomong2 juga, kupikir aku suka gimana TJR ngegambarin semua tokoh di sini dengan segala sisinya dan jadinya kerasa nyata. Jujur, selama aku baca ini aku mikir, apa Evelyn Hugo ini ada beneran atau gimana (yang tentu aja bukan. Ini cuman fiksi aku tahu). Di sisi lain aku ngerasa ini mungkin terinspirasi da Marilyn Monroe. Apalagi bagian endingnya itu kayak "Waduh, MM juga gini, wkwkwk."
Plotnya sebenrnyaa, gimana ya. Awalnya menurutku buku ini page turning banget. Tiap babnya bikin penasaran. Tapi makin sini makin draggy karena ya gitu-gitu aja repetitif. Aku tahu Evelyn punya banyak strategi buat ngelindungin dirinya dan orang-orang dia sayang, cuman tetep aja kerasa reetitif dan bikin bosan. Yang bikin heartwarming tuh semua scene Evelyn-Harry. Aku suka sama mereka berdua.
Dan ngomong-ngomong, aku patah hati buat Monique :(
Ada dua hal yang bikin aku nggak nyaman baca ini.
1. Lgbtq nya yg ternyta eksplisit dan aku nggak nyaman bacanya jujur aja. Tiap ada yang eksplisit aku skip karena duh.
2. do this book encourage someone to do s*ic*d*?
Aku jujur nggam tahu sih apa aku bersimpati sama Evelyn ini atau enggak, tapi aku juga aakit hati pas scene Harry sama Connor. Dn waktu scene Harry itu aku ngerasa patah hati buat Connie, dan pas scene Connie, kipikir aku patah hati buat Evelyn? I dunno. Maybe yes maybe not. Yang jelas orang yang bener aku peduliin di sini itu ya Monique. Aku seneng pas akhirnya dia mau take action buat kpentingannya.
Ngomong2 juga, kupikir aku suka gimana TJR ngegambarin semua tokoh di sini dengan segala sisinya dan jadinya kerasa nyata. Jujur, selama aku baca ini aku mikir, apa Evelyn Hugo ini ada beneran atau gimana (yang tentu aja bukan. Ini cuman fiksi aku tahu). Di sisi lain aku ngerasa ini mungkin terinspirasi da Marilyn Monroe. Apalagi bagian endingnya itu kayak "Waduh, MM juga gini, wkwkwk."
Plotnya sebenrnyaa, gimana ya. Awalnya menurutku buku ini page turning banget. Tiap babnya bikin penasaran. Tapi makin sini makin draggy karena ya gitu-gitu aja repetitif. Aku tahu Evelyn punya banyak strategi buat ngelindungin dirinya dan orang-orang dia sayang, cuman tetep aja kerasa reetitif dan bikin bosan. Yang bikin heartwarming tuh semua scene Evelyn-Harry. Aku suka sama mereka berdua.
Dan ngomong-ngomong, aku patah hati buat Monique :(
Ada dua hal yang bikin aku nggak nyaman baca ini.
1. Lgbtq nya yg ternyta eksplisit dan aku nggak nyaman bacanya jujur aja. Tiap ada yang eksplisit aku skip karena duh.
2. do this book encourage someone to do s*ic*d*?
funny
medium-paced
So this is the last story of Miles brother. I kinda like first half of the book coz Chris and Hayden interaction is interesting and witty and fun and I love that. But after they get a long, it feels draggy and boring. And I hate Chris when he just said he needs sex. Like wft??