Reviews

Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah by Agustinus Wibowo

ulyazmh's review against another edition

Go to review page

4.0

Pertama kalinya membaca buku catatan perjalanan seseorang dan pertama kali pula mendengar dan membaca tentang negara-negara Asia Tengah.
Selama membaca, tidak jarang saya membuka mesin pencari untuk mendapatkan visual dari beberapa negara yang disebutkan. Seperti apa sih Amu Darya, atau seperti apa keadaan Dushnabe? atau bagaimana bentuk Ruhnama dan monumen tripod? Saya hanya bisa berdecak kagum dengan setiap keberanian penulis dan kemampuannya dalam menceritakan pengalaman berharga sambil turut membawa pembaca ikut melihat negara tersebut.
Bintang 4 karena saya pribadi kurang menyukai penulisan kata “garis batas” terlalu banyak, padahal dari cerita yang ditulis sebetulnya garis batas sudah cukup tersirat. Dengan banyaknya penulisan garis batas, perbedaan dari negara seakan dipaksakan. Saya merasa bahasan tersebut tidak perlu dituliskan berulang-ulang hampir di tiap bagian buku.

theecatreaders's review against another edition

Go to review page

adventurous challenging funny hopeful informative inspiring lighthearted reflective medium-paced

3.75

marinazala's review

Go to review page

4.0

** Books 75 - 2021 **

Buku ini untuk menyelesaikan Tsundoku Books Challenge 2021

4 dari 5 bintang!


Aku tidak mengerti bagaimana aku bisa akhirnya tumbuh keberanian membabat timbunan buku yang aku beli sejak tahun 2014 (Bayangin baru dibaca 7 tahun kemudian haha). Ternyata aku tidak menyesal membaca buku ini. lagi-lagi Mas Agustinus Wibowo ini selalu menghadirkan sentuhan tangan dinginnya dalam menuliskan kisah perjalanannya ke negeri-negeri Asia Tengah.

Buku ini membuka mataku sih bahwa negeri-negeri Asia tengah memiliki masalah didalam negeri mereka masing-masing. Aku juga senang Mas Agustinus sedikit menyentil masalah nasionalisme juga didalam buku ini. Akhirnya lengkap juga aku membaca trilogi dari perjalanan Mas Agustinus dimulai dari [b:Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan|17253247|Titik Nol Makna Sebuah Perjalanan|Agustinus Wibowo|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1358310843l/17253247._SX50_.jpg|23844379] , [b:Selimut Debu|7508350|Selimut Debu|Agustinus Wibowo|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1262846518l/7508350._SX50_.jpg|9696865] dan ditutup dengan garis batas ini.

Salah satu buku yang membuatku tertarik suatu saat nanti berkunjung ke negara-negara Asia tengah :')

readerziyya's review

Go to review page

4.0

saya tahu kalo saya bakalan suka buku ini, :-)

antariksach's review

Go to review page

Entahlah. Setengahnya aja belom nyampe... Gak bisa nge-rate. Bingung, banyak sekali paragraf panjang, banyak sekali opini, gak tahu mana yang jalan cerita, rasanya gak fokus....

Baca ulang kapan-kapan, deh.

dreeva's review

Go to review page

4.0

45 - 2020

Setelah tertimbun hampir 10 tahun, akhirnya kelar juga dibaca.
Tahun lalu saya membaca Selimut Debu lalu suka banget dengan cara Agustinus Wibowo bercerita dalam bukunya. Lalu dengan kekuatan bulan akhirnya lanjut juga buka dan baca buku ini. Bukan, bukan tidak menarik, karena tebal saya sering kali meninggalkan buku begini tebalnya lalu ganti membaca buku yang lebih tipis.

Kali ini perjalanan Agustinus ke negara-negara pecahan Uni Sovyet yaitu 5 negara yang ditulis di 5 bab buku ini, yaitu Tajikistan, Kazakhstan, Kirgizstan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Setiap negara walau pun sama-sama jajahan Rusia yang komunis akhirnya beda-beda. Turkmenistan yang paling kaya,tapi birokrasinya sama mengerikan, banyak pungli yang benar-benar membuat Agustinus kesulitan untuk mendapatkan visa. Belum lagi banyak kejadian ditangkap polisi, kemalingan hp hingga harus sampe tidur di stasiun saking mahalnya penginapan.

Cerita warga negara yang menarik banyak sekali diceritakan dalam buku ini. Tentang garis batas negeri Asia Tengah, tentang garis batas budaya, kewarganegaraan hingga berbagai cerita pribadi Agustinus tentang keturunan cina di Indonesia. Menjadi minoritas apalagi saat zaman orde baru adalah kesulitan yang teramat sangat.

Saya suka sekali bagaimana Agustinus menceritakan negar-negara Asia Tengah ini, tentang warganya, tentang politiknya, tentang budayanya, tentang pasar, makanan, pakaian, bahasa, suka duka yang terasa menarik sekali. Wajar saja kalo buku ini butuh waktu lama untuk selesai dituliskan. Selain itu karena seorang jurnalis, ya memang terasa sekali cara menuliskan cerita-cerita dalam buku ini membawa kita ikut berpikir akan apa yang jadi pikiran-pikirannya Agustinus.

Memang buku ini bukanlah buku tentang perjalanan biasanya. Ini lebih dari itu.

Ikutan nulis di Twitter untuk ulasan tiap bab buku ini https://twitter.com/dreeva/status/1236490669524312064


rievinska's review

Go to review page

5.0

Akhirnya tamat subhanallah. Five stars!

pleiadesfall's review

Go to review page

5.0

Akhirnya saya baca juga buku ini. Rasanya senang bisa membaca buku dalam Bahasa Indonesia, setelah beberapa waktu baca buku berbahasa Inggris melulu.
Sebenarnya, buku ini telah ada di tumpukan buku saya sejak sebulan lalu. Tapi kesibukan dan tugas-tugas kuliah membuat mood membaca benar-benar merosot, yang ada malah pengen tidur tiap kali sampai di kosan.

Yak. Cukuplah pendahuluan tak jelasnya.

Garis Batas adalah buku kedua Agustinus yang saya baca. Sebelumnya saya baca Titik Nol (ya. Saya tahu, aneh memang, membaca mundur seperti ini) dan suka banget! Di Titik Nol, gaya penceritaanlah yang memikat saya. Di buku ini, deskripsi tempatlah yang membuat saya terpikat.

Stan-stan, negeri-negeri muda bekas pecahan Soviet memang punya pesona unik. Persatuan arus berbagai ras dan bangsa, juga ideologi dan kepercayaan. Sejarah terkemuka ribuan tahun yang menyelubungi bagian tengah benua Asia ini juga yang membuatnya begitu menarik untuk saya. Tulisan Agustinus membuat saya paling tidak dapat ikun mengecap sedikit rasa Asia Tengah (saya sih, terlalu malas untuk pergi travelling, hehe)

Selain deskripsi tempat-tempat nan eksotis di jantung Eurasia ini, penuturan tentang keadaan sosial dan budaya, serta sejarah kelahiran setiap negara juga membuat saya begitu menyukai buku ini. Terlahir dari satu raksasa induk yang sama ternyata tidak menjamin negara-negara ini punya rasa solidaritas. Kecemburuan akan negeri di seberang garis batas tetap mewarnai.

Garis batas, garis pembeda baik secara nyata maupun maya, menjadi benang merah penghubung kisah-kisah perjalanan di tiap negeri dalam buku ini. Bukan hanya tentang negerinya saja, tapi juga tentang garis-garis batas kehidupan manusia dan pola pikir manusia. Bukan hanya berlaku di Asia Tengah saja, hal tersebut adalah hal alami yang mengiringi perjalanan hidup manusia, kehidupannya, di setiap tempat di dunia. Menghapus garis batas atau mempertegas? Itu adalah pertanyaan yang selama ini mungkin sering kita hadapi.

Membaca Garis Batas tidak memberikan sensasi seperti membaca novel yang saya dapatkan ketika saya membaca Titik Nol. Bahasanya, meskipun luwes, tapi tetap formal dan tidak terlalu personal (ini menurut saya loh). Meskipun begitu, tidak mengurangi rasa suka saya terhadap buku ini kok. Sejujurnya malah, saya rasa saya sedikit lebih suka Garis Batas daripada Titik Nol.

Oh ya, dan jangan lupakan selipan foto-foto cantik di dalam buku ini!

atarihehe's review

Go to review page

adventurous emotional informative reflective slow-paced

4.5

This is a travel memoir of Agustinus Wibowo about his travels across Central Asian countries. Countries that end with -stan in their names and seemed mysterious to him. In this book he reflects a lot on how "borders" define people and put us in boxes - sometimes unnecessarily. It also made him think about his status as a minority in Indonesia. This is a very good book. I enjoyed reading it and knowing about different parts of Central Asia. I do wish that there are pictures inside, though, because Agustinus is a photographer as well. Sometimes I had to google pictures of these places so I can visualize them better in my head. However he does have the pictures on his blog

cindyc3689's review against another edition

Go to review page

5.0

Garis batas bukan hanya pemisah dua negara, tetapi juga pemberi rasa aman, pembentuk identitas, dan tentu saja, pembeda antara 'kami' dan 'kamu'.

Buku travelling ini bukan saja menulis tentang perjalanan, tetapi juga mengeksplorasi kisah-kisah orang-orangnya sekaligus mempertanyakan kesamaan kita sebagai manusia.

"Jarak adalah garis batas, tetapi jalinan perasaan adalah penembusnya."

Review lengkap ada di:
http://readbetweenpages.blogspot.com/2014/04/garis-batas-perjalanan-di-negeri-negeri.html
More...