Reviews

Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam by Dian Purnomo

winaglaea's review

Go to review page

5.0

Penculikan, kekerasan, pemerkosaan di anggap benar dengan alasan adat. Sakit banget sumpah. Apalagi pas cewe yang di culik tiba di kampung si penculik, orang-orang kampung tuh menyambut dengan gembira seolah habis nangkap hewan buruan.

Jujur, aku baru tau ada tradisi "Yappa Mawine" atau kawin tangkap di Sumba sana, yang sangat merugikan perempuan. Miris banget, perempuan yang tertangkap itu ga bisa menolak karena itu akan melanggar adat, walaupun kesakitan mereka cuma bisa pasrah. Ga tau gimana caranya untuk melawan.

Buku ini berhasil bikin aku marah, kesel, sedih, dan takut. Marah kepada Leba Ali yang suka merendahkan perempuan, menyakiti perempuan, tapi ga merasa bersalah sama sekali. Sumpah, jijik banget. Kesel ngeliat Ama Bobo yang lebih memilih adat daripada anaknya sendiri, bahkan setelah melihat Magi hampir kehilangan nyawa. Sedih dengan nasib yang menimpa Magi, dan perempuan-perempuan lain yang mendapat kekerasan tapi cuma bisa diam. Takut, sesuatu yang buruk akan datang lagi menghampiri Magi.

Magi Diela, aku salut banget sih sama dia. Dia tuh kuat, nekat dan berani banget. Dia melakukan segala cara untuk melawan, untuk merebut kembali kemerdekaanya. Tapi, itu pasti sulit banget. Karena Leba Ali bukan orang yang mudah untuk di lawan. "Dong terlalu gila untuk ko lawan". Dan ya, Magi lebih gila lagi. Dia merencanakan semuanya dengan sempurna, bahkan dia rela terluka, babak belur demi tercapainya rencana itu.

Aku juga suka persahabatan antara Magi dan Dangu. Dangu selalu menjadi orang terdepan yang membantu Magi, dia selalu melakukan apapun permintaan Magi, tapi satu yang dia gabisa, menikahi Magi. Aku yakin sih, keduanya punya rasa cinta yang sama. Tapi sampai kapanpun mereka ga akan bisa bersatu, karena mereka satu suku. Kalo mereka nekat, itu sama aja mencari petaka. Karena orang sana yakin, pernikahan satu suku itu melanggar adat, menimbulkan aib untuk keluarga, dan membuat marah para leluhur.

Endingnya sangat memuaskan. Asli yaa, ini novel bagus banget. Semua orang wajib baca!!!

dreeva's review

Go to review page

5.0

66 - 2021

Naksir baca buku ini karena rating dan review dari kawan-kawan Goodreads pada bagus gitu. Dan, ternyata beneran bagus. Saya sejujurnya adalah yang paling suka cerita tentang budaya suku tertentu di Indonesia khususnya, cuma memang balik lagi dengan bagaimana penulis menulis dan mengemas ceritanya jadi bisa dinikmati banyak orang. Kadang ada yang sebenarnya ceritanya menarik, tapi cara penulisannya kurang dapet.

Ini kali pertama membaca bukunya Dian Purnomo, sama sekali saya gak tahu soal penulis ini. Saya baca buku ini dari bab 1 sudah merasa, buku ini layak banget saya lanjutkan baca sampai akhir. Cerita Magi Diela yang kena kawin tangkap. Adat Sumba ini ternyata masih ada. Pihak laki-laki yang suka, bisa menculik sang perempuannya, lalu baru akhirnya terpaksa menikah karena dianggap sudah diambil keperawanannya.

Sungguh, dari awal saya melihat cerita ini begitu tragis hidupnya Magi Diela. Berbenturan dengan adat yang dijunjung tinggi keluarga, walau budaya adat itu sendiri tidak sesuai dengan kemanusiaan. Saya jadi banyak tahu tentang adat Sumba, yang tidak membolehkan yang satu suku/kabisu untuk menikah, cara berburu dengan pantangan-pantangannya, dan lain sebagainya. Asyik sekali semua budaya Sumba itu dikemas dalam cerita tragisnya hidup Magi Diela.

Saya yakin perempuan yang nasibnya seperti Magi Diela itu banyak sekali, gak cuma di Sumba. Namun, yang punya keberanian sebesar Magi gak cukup banyak, karena ya itu tadi bertentangan dengan adat yang diagung-agungkan sehingga malah merendahkan hak-hak perempuan.
Perempuan sering kali tidak punya pilihan, hanya harus mengikuti apa yang sudah diminta orang tua. Walau sudah banyak juga sekarang yang udah gak ngikutin adat karena dianggap mengikuti budaya modern, padahal bukan budaya modernnya yang diikuti, tapi banyak orang sudah mulai punya pikiran terbuka untuk bisa menghargai kesetaraan dan terlebih kemanusiaan.

alteirence's review

Go to review page

5.0

Absolute 5/5

Di awal, aku mengira dinamika dalam buku ini hanya berputar pada Magi dan Leba Ali. Kukira seluruh buku akan membahas kisah mereka berdua, yang menurutku sebenarnya ga jelek juga. Ternyata aku salah, besar.

Buku ini jauh melampaui ekspektasiku.

Di awal, aku sempat berfikir, konflik eksternalnya kuat banget, kayanya internal karakternya ga bakal balance. Salah.

Topiknya menarik, bahas kawin tangkap, tapi mungkin plotnya bakal linear. Salah.

Openingnya engaging banget, kayanya the rest of story bakal turun. Salah besar.

Bahasan yang dikulik dalam buku ini jauh, jauh lebih dalam dari sekadar drama perkawinan. Buku ini membahas tentang budaya, keluarga, persahabatan, perjuangan, buku ini benar benar meneriakkan jeritan para perempuan, baik di Sumba maupun di seluruh dunia.

Aku suka dinamika keluarga yang rupanya juga menjad sorotan dalam buku ini. Kasih sayang keluarga, juga persimpangan terjal yang membuat mereka harus memilih salah satu dari pilihan yang sangat beresiko.

Dari buku ini, aku juga belajar memahami sudut pandang seseorang yang tinggal di pedalaman dan menjunjung tinggi adat dan budaya. Aku yang dari lahir tinggal di kota metropolitan, gak bisa tiba" menghakimi Ama Bobo tanpa memahami proses pikiran tersebut bisa terbentuk.

Bukan berarti aku setuju, tapi Ama Bobo yang menjadi sepuh di Weetawar tentunya juga menghadapi pilihan yang sangat sulit. Begitu pula Magi, yang masih mengorbankan diri dan menyayangi keluarganya meski sudah "dijual" oleh ayah yang katanya menyayanginya.

Kembali lagi, beberapa adat sebaiknya tidak dipertahankan.

whimsicallyreading's review

Go to review page

5.0

“Semakin dekat seseorang tinggal dengan kita, justru sering kali semakin jauh hatinya.”

Membacanya mengingatkan saya pada Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982–menyayat hati dan membakar amarah. Dian Purnomo mengemas cerita Magi 'Drakula' Diela dengan bahasa yang santai dan banyak selipan dialek daerah Sumba, membuat saya tidak bisa berhenti melanjutkan kisah perjuangan yang sarat motif budaya ini.

Meskipun di daerah saya adat seperti kawin tangkap atau perjodohan paksa (sepertinya) sudah bukan hal yang marak dilakukan, ada beberapa poin yang terasa universal bagi seluruh perempuan di dunia, contohnya dialog Kak Lawe dengan Magi, yang menceritakan bagaimana Lawe merasa kehilangan identitasnya sejak menikah:

“Tapi kadang, setelah melahirkan Dani, sa merasa hilang jati diri. Orang panggil sa Mama Dani. Pergi su si Lawe dari muka bumi. Tidak ada lagi Lawe. Pelan-pelan nama itu akan hilang, orang lupa sa pung nama.”

alpharose's review

Go to review page

5.0

Gila.

Kesan membaca buku ini; horror, jijik, emosi, sedih, gak tahu lagi. Mengangkat budaya kawin tangkap yang tidak masuk akal, tidak manusiawi, semena-mena, sulit dibayangkan. Terima kasih berkat buku ini saya yang kurang pengetahuan ini jadi mengetahui entah budaya entah adat ada kalanya tidak semestinya dibiarkan berlanjut turun-temurun. Sedih, sekaligus bangga melihat tokoh perempuan di buku ini, terlepas dari minimalnya dukungan dari orang sekitar (yang seharusnya justru menguatkan hati dan posisinya sebagai perempuan, sebagai seorang anak, seorang teman, warga, dsb), Magi tetap berjuang demi dirinya sendiri dan tidak serta merta putus asa.

These all made it deserved 5 stars. :”|

kezyasukabaca's review

Go to review page

adventurous dark emotional hopeful informative inspiring reflective sad tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

4.0

mirunauli's review

Go to review page

5.0

5/5 ✨
Seneng banget bisa dapet kesempatan untuk baca buku ini di iPusnas yang antriannya sepanjang sungai Mahakam ಥ_ಥ

Novel ini bercerita tentang sosok Magi Diela, perempuan hebat yang punya segudang potensi tetapi dikhianati oleh takdir yang terlalu biru untuk dijabarkan satu-satu.
Asli! Ini tuh bakal bikin kalian kesel, marah, sedih karena penggambaran tentang Magi yang benar-benar akan melekat di hati orang yang membacanya. Kadang suka kepikiran, gimana kalau aku ada di posisi Magi? Apa mau melakukan hal berani yang dia lakukan untuk bebas dari kukungan manusia bejat yang mengatasnamakan adat?

Kalian harus banget baca! Babnya yang pendek-pendek bikin lebih cepat melahap tulisan yang suka ngetrigger ini. Ditambah cara Mbak Dian menarasikan Magi, suasana Sumba, setiap karakter dan lain sebagainya enak banget untuk dicerna.

Disini Magi tidak berencana untuk menyerah, dia mendapat support system karena keberaniannya untuk bertindak. Namun, masih banyak Magi-Magi lain di luar sana yang tidak punya pilihan selain mengaku kalah. Cerita ini akan membawamu kepada kesadaran bahwa tidak ada toleransi untuk pelaku pemerkosaan, untuk orang-orang yang menginjak-injak martabat perempuan seperti binatang, untuk mereka yang menganggap lebih gender yang satu dibanding yang lain.

rumputlaut's review

Go to review page

challenging dark emotional informative fast-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

5.0

meimeia's review

Go to review page

4.0

untuk ceritanya, perjuangannya, bukunya 5/5 sedangkan untuk sensasi sepanjang cerita sangat membuat frustasi, sedih, stress, miris, sakit hati, menderita rate 4/5 untuk sensasi membaca tapi ini gila sih luar biasa, merasa risetnya juga segila itu, budaya yang diceritakan, perjuangannya, apa yang dilakukan, bener" gak habis pikir. ikut sakit hati dengan ceritanya. luar biasa.

destinugrainy's review

Go to review page

5.0

Tidak biasanya Magi Diela pulang malam. Pekerjaannya sebagai penyuluh pertanian honorer memang mewajibkannya mengunjungi kelompok tani, bahkan yang jauh dari rumahnya. Tapi hari itu berbeda. Magi ditangkap oleh Leba Ali. Dia mengalami yappa mawine, sebuah kondisi yang disebut juga sebagai kawin tangkap di Sumba. Magi Diela diculik, ditangkap, untuk dikawini.

Kawin tangkap adalah satu budaya di Sumba dimana anak perempuan dapat ditangkap oleh pihak laki-laki yang akan meminangnya untuk mempersingkat urusan adat agar tidak memakan waktu yang lama menuju perkawinan. Namun, umumnya kedua pihak keluarga telah memiliki kesepakatan untuk menempuh cara ini. Ada pula yang menyebutkan bahwa hal itu dapat dilakukan jika pihak laki-laki gagal mencapai kesepakatan. Dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, budaya ini tentu saja merugikan pihak perempuan.

Magi Diela yang diculik oleh Leba Ali, pria paruh baya yang memang telah mengincarnya sejak Magi masih SD. Leba Ali memberikan sejumlah hewan sebagai belis kepada keluarga Magi. Ama Bobo, ayah Magi, mau tak mau menerima perkawinan ini karena tidak ingin dianggap melanggar adat. Apalagi Magi telah ditahan di rumah Leba Ali selama dua hari. Tentunya Magi sudah tidak perawan lagi. Laki-laki mana yang mau menikahi anak perempuan yang sudah tidak perawan.

Selanjutnya di https://www.destybacabuku.com/2022/03/632-perempuan-yang-menangis-kepada.html