Reviews

Teh dan Pengkhianat by Iksaka Banu

atarihehe's review

Go to review page

adventurous informative relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Suka banget sama bukunya. Ini kumpulan cerpen yang berlatar masa-masa kolonial Belanda di Indonesia dan mostly tokoh utamanya adalah rakyat kecil. Semua cerpennya punya protagonis orang Belanda tapi mereka bukanlah orang yang punya peran besar dalam penjajahan atau punya niatan buruk kepada bumiputra, tapi ya orang Belanda biasa yang pergi ke tanah jajahan untuk mata pencaharian. Jadi kita tahu gimana kehidupan mereka pada saat itu. Ada beberapa orang Belanda yang simpatik sama orang-orang Bumiputra, ada yang korup, ada juga yang bingung ketika harus kembali ke Belanda karena dia dan leluhurnya sudah lama di Indonesia dan ngga punya keluarga di Belanda. Orang-orang seperti ini ada di tanah jajahan bukan tujuan untuk menjajah tapi ya karena keadaan aja.

Kedua cerita favoritku adalah Di Atas Kereta Angin dan Belenggu Emas, karena keduanya berisi struggle orang-orang biasa dan menunjukkan masa-masa yang terus berubah. Di Atas Kereta Angin menceritakan norma berpakaian yang mulai berubah dan Belenggu Emas menceritakan hak-hak perempuan Belanda maupun pribumi yang perlahan-lahan berubah.

hllreka's review

Go to review page

emotional reflective fast-paced
  • Strong character development? It's complicated

3.75

rievinska's review

Go to review page

4.0

Aku senang banget ada novel sejarah Indonesia seperti Teh dan Pengkhianat ini. Overall, ceritanya easy to read, bahkan oleh orang yang masih awam soal sejarah.

Tetapi gaya bahasa yang digunakan terlalu 'lurus' dan kurang slengekan. Jujur aku mengharapkan ada lebih banyak makian dalam cerita-cerita yang mengambil tokoh orang-orang militer Londo yang sedang dalam situasi tegang (apalagi jika konfliknya dengan pribumi), selain hanya godverdomme. Hehe.

Amarahnya jadi kurang 'greget'.

Tentu saja aku paling suka cerita tentang Rohana Kudus! #MinangPride

bukukurasi's review

Go to review page

2.0

Pada dasarnya saya memang bukan penikmat Kumpulan Cerpen karena ceritanya pasti menggantung. Dengan jumlah karakter yang terbatas pasti ceritanya dipersingkat namun diusahakan untuk tetap jelas dan mudah dipahami pembaca.

iraboklover's review

Go to review page

4.0

Saya sempat galau saat memutuskan untuk membeli buku ini. Galau mau membeli buku cetak atau buku digitalnya saja.

Kalau membeli buku cetak, saya harus pergi ke ibukota provinsi yang memakan waktu kurang lebih 10 jam pulang pergi perjalanan darat. Itupun kalau stoknya ada.

Kalau beli online saya takut tak keburu karena buku ini rencanya mau dibaca untuk ikut Tantangan Baca Goodreads Indonesia Bulan Januari dengan tema Buku yang Mendapat Penghargaan pada 2019. Belum lagi masalah ongkos kirim yang besarnya bisa untuk beli satu buku lagi. Kalau beli buku digitalnya, yaah, saya kurang nyaman saja sih membaca buku digital.

So, setelah ditimbang-timbang, akhirnya saya memutuskan untul membeli buku digitalnya saja. Karena setelah saya cek sana sini, buku ini tidak terlalu tebal. Saya rasa mata saya masih bisa diajak kompromi untuk membaca buku setebal 164 halaman saja.

Oke, sekian curcolnya. Dan inilah dia, buku Teh dan Pengkhianat, pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa 2019 kategori prosa. Haduh, saya kalau mereview buku pemenang penghargaan macam ini rada kurang pede gimana gitu. Siapalah saya ini.yang menulis review saja masih amburadul. Jadi, kalau ada kata-kata saya di review ini yang ngawur atau sotoy mohon dimaklumi ya, hihihi.

Teh dan Pengkhianat, setelah membaca blurb-nya, saya bersemangat sekali untuk membaca habis ketiga belas cerita pendek yang ada di dalam buku ini.

Apalagi setelah membaca cerita pendek pertama yang berjudul Kalabaka. Saya benar-benar tak menyangka ceritanya bakalan seperti itu. Kisahnya diceritakan dengan gaya surat yang ditulis oleh seorang ayah kepada anaknya.

Sang ayah diceritakan sebagai orang Belanda yang masih memiliki nurani. Yang berontak ketika melihat perlakuan kejam bangsanya terhadap orang-orang Banda. Haduh, perasaan saya jadi campur aduk setelah membacanya.

Hanya saja, kekaguman saya terhadap cerita pendek pertama ini jadi buyar karena di akhir cerpen ini, tertulis "Jatiwaringin, Oktober 2018". Saya sempat lola sebentar. Saya kira mungkin ada kesalahan cetak tanggal, sebelumnya akhirnya saya ngeh kalau "Jatiwaringin, Oktober 2018" itu adalah tanggal ditulisnya cerpen ini oleh si pengarang, bukan tanggal ditulisnya surat sang ayah kepada anaknya itu, *tepokjidat*.

Kedua belas cerita pendek berikutnya adalah Tegak Dunia, Teh dan Pengkhianat, Variola, Sebutir Peluru Saja, Lazarus Tak Ada di Sini, Kutukan Lara Ireng, Di Atas Kereta Angin, Belenggu Emas, Nieke De Flinder, Tawanan, Indonesia Memanggil dan Semua Sudah Selesai.

Favorit saya berikutnya setelah Kalabaka adalah Semua Sudah Selesai. Seperti judulnya, cerpen ini menceritakan tentang situasi di saat kependudukan Belanda terhadap Indonesia sudah berakhir. Orang-orang Belanda dipersilakan pulang kembali ke negerinya. Sayangnya, setelah beratus tahun berada di negeri orang, memilih menetap di Indonesia atau kembali ke negeri sendiri sama-sama menimbulkan resiko bagi orang-orang Belanda tersebut. Somehow, cerpen terakhir ini membuat hati saya dag dig dug duer dengan keputusan akhir yang diambil oleh tokoh utamanya, hahhah.

Cerpen Teh dan Pengkhianat serta Tawanan juga menarik perhatian saya karena dimasing-masing cerita tersebut terdapat tokoh pengkhianat. Hanya saja di Teh dan Pengkhianat, pengkhianatnya dari pihak Hindia sedangkan di Tawanan, pengkhianatnya dari pihak Belanda. Mereka berkhianat karena alasan situasi dan kondisi mereka masing-masing. Saya merasa ... errr... sedikit sedih saat mengetahui alasan kenapa kedua tokoh dari masing-masing cerpen tersebut memutuskan untuk berkhianat kepada bangsanya.

Next, kutipan favorit saya dari buku ini ada di cerpen Indonesia Memanggil. Kutipan tersebut adalah:

"Kalian harus tahu, mental bumiputra seperti kanak-kanak. Pemalas. Manja. Takkan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan kita. Mereka akan menyia-nyiakan sumber alam yang sangat besar ini tanpa diolah menjadi apa pun yang bermanfaat bagi kehidupan. Persis seperti yang dilakukan nenek moyang mereka sebelum kedatangan orang Eropa."---hlm. 146

Haduh saya merasa tertohok sekali dengan kutipan di atas. Terutama di bagian "pemalas, manja, dan takkan mampu berdiri sendiri". Saya merasa "kualitas-kualitas" negatif itu ada pada diri saya sendiri, hiks.

At last, saya bingung mau cuap-cuap apa lagi. Saya sangat suka buku ini. Terutama karena latar zaman kolonialnya serta cerita-ceritanya yang dikisahkan dari sudut pandang orang Belanda dan pesan moral yang terselip di setiap cerita.

So, saya beri 4 dari 5 bintang untuk buku ini. I really liked it.

moniqcla's review

Go to review page

5.0

“Aku tak pernah gentar menghadapi maut. Semua tahu, aku kehilangan nyawa di sini karena membela sesuatu yang kuyakini sebagai kebenaran.”

Iksaka Banu mengajak para pembacanya menyusuri kisah yang terbentang dari era kolonial Belanda di Indonesia hingga selepas kemerdakaan melalui 13 kumpulan cerita pendeknya berjudul Teh dan Pengkhianat. Yang pertama kali ingin saya apresiasi mengenai buku ini adalah, saya jatuh cinta dengan gaya penulisan dan ide-ide yang tertuang. Banu berhasil menaruh nafas dan ruh pada setiap cerita yang dibangun, disertai pula ilustrasi yang membantu pembaca untuk membentuk daya imajinasi. Meski terkesan baku, tulisannya tetap renyah dinikmati.

Beberapa kejadian historis di'remake' dalam bentuk fiksi, seperti penemuan globe, peran Alibasah Sentot Prawirodirdjo, pendirian surat kabar Soenting Meladjoe, perubahan keputusan Prajurit Jannes Grisjman, mencakup hal detail lain tentang cara berpakaian orang Eropa, Cina, dan pribumi. Dari sini saya juga mengetahui taktik licik yang dilakukan orang Belanda setelah mengepung penyelundupan opium.

Nano-nano sekali rasanya setelah tuntas membaca ini, walaupun wordbuildingnya tidak begitu kompleks. Bila ditanya 3 cerpen mana yang menjadi favorit, saya akan memilih Kalabaka, Kutukan Lara Ireng, dan Indonesia Memanggil.

Saya merekomendasikan buku ini bagi yang ingin terjun ke genre historical fiction atau yang malas membaca novel sejarah tebal.

theecatreaders's review

Go to review page

3.0

Kumcer pertama yang ku baca dari Iksaka Banu. Suka beberapa cerita pendek nya seperti teh dan pengkhianat, tawanan, Indonesia memanggil sebagian judul yang menjadi favorite. Gaya penulisan nya yang agak mirip-mirip tulisan sejarah hampir salah mengira kalau-kalau sebagian cerita memang benar ada di sejarah.

cindyc3689's review

Go to review page

5.0

1. Aku suka semua cerpennya. 2. Aku suka tema-tema yang diangkat dan cara pandang yang diambil. 3. Aku suka tambahan ilustrasinya. 123, Aku suka semuanyaaaa.... 😊

- Kalabaka
Cerpen tragis ini membuka antologi dengan gedoran keras. Setting Neira yang cantik bersimbah darah dan pengkhianatan Coen. Semakin miris karena diceritakan dari sudut pandang seorang Belanda yang masih memiliki nurani.

- Tegak Dunia
Haha... hipokrisi pecinta teori bumi datar inih.

- Teh dan Pengkhianat
Cerpen yang jadi judul kumcer ini terasa sangat menggigit karena salah satu karakternya -pengkhianatnya- adalah tokoh yang... hhhmm... cukup dekat dengan sejarah Jawa (Tengah) dan pahlawannya.

- Kutukan Lara Ireng
Kisah candu di tanah Jawa dan usaha untuk meregulasinya. Riset latarnya oke nih. Aku suuukaa twist dan endingnya.

- Nieke de Fliender
Jurnalisme investigasi dan sandungan terbesarnya.

- Tawanan
uhhm... aku suka cara pandang terbalik di mana orang2 Belanda di Belanda memandang dirinya sebagai pribumi saat masa pendudukan Nazi.

- Indonesia Memanggil dan Semua Sudah Selesai
Saatnya Belanda angkat kaki dari Indonesia, meski demikian cinta tanah air tidak sebatas bangsa dan warna kulit saja.

marinazala's review

Go to review page

4.0

** Books 121 - 2019 **

3,7 dari 5 bintang!

Buku ini sebenarnya sudah cukup lama tersimpan di galeri Gramedia Digital Premium saya dan awalnya tertarik sama covernya yang keliatan banget kalau ini buku genrenya historical fiction. Ketika mengetahui bahwa buku ini memenangkan salah satu penghargaan bergengsi yaitu Kusala Sastra Khatuliswa tidak ayal lagi saya semakin ingin untuk membaca buku ini tapi lagi-lagi keinginan itu tertahan dengan adanya keinginan saya untuk membabat buku timbunan ketimbang membaca buku non-timbunan

Akhirnya keinginan itu berhasil diwujudkan dengan ketika Goodreads Indonesia mengadakan acara Ngobrol bareng dengan Mas Iksana Banu mengenai buku ini yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 November 2019 di Ojo Koes. hari senin atau selasa sebelumnya mas Ucha meminta tolong kepada saya untuk membantunya dalam memandu acara ini. Haha mau gak mau saya harus membaca buku ini sampai habis bukan? LOL setelah membaca buku ini saya baru tahu kalau buku ini ternyata kumpulan cerpen bukan roman yang saya pikirkan sebelumnya

buku ini adalah karya pertama mas Iksaka Banu yang saya baca sebelumnya. Saya bahkan belum membaca [b:Ratu Sekop dan cerita-cerita lainnya|36102537|Ratu Sekop dan cerita-cerita lainnya|Iksaka Banu|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1503385106l/36102537._SY75_.jpg|57688250] dan [b:Semua Untuk Hindia|22175715|Semua Untuk Hindia|Iksaka Banu|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1400467077l/22175715._SX50_.jpg|41523377] dan ternyata kumcer ini sungguh sangat mengasyikkan untuk dibaca!

Saya menyukai kisah Kalabaka yang menceritakan tentang ketidakadilan yang diterima oleh penduduk di Banda yang tidak bersedia menyerahkan pala dan fuli di jaman era VOC

Tegak Dunia yang juga berhasil menyentil saya dengan tema yang lagi dibincangkan saat ini mengenai orang-orang yang percaya dengan teori bumi datar vs dengan teori bumi bulat

Teh dan Pengkhianat yang menceritakan kisah pembelotan dari Sentot Prawirodirjo ke Belanda yang dahulunya beliau adalah tangan kanan Pangeran Diponegoro

Ada juga Di atas kereta angin yang menyindir jaman belanda dulu dimana kaum pribumi sebaiknya tidak menaiki fiets milik orang belanda

Belenggu Emas yang mengenalkan saya dengan Roehana Koeddoes dimana selama ini saya hanya mengetahui RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Cut Meutia dan Christina Martha Tiahahu sebagai tokoh pahlawan Indonesia

semua sudah selesai mengenai kisah berjualan roti di masa kemerdekaan indonesia

Habis membaca buku ini saya langsung borong buku [b:Sang Raja|36242925|Sang Raja|Iksaka Banu|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1507519691l/36242925._SY75_.jpg|57888070] dan Ratu Sekop sekalian tidak lupa meminta tandatangan si penulis hehe.. Untuk saya penggemar buku-buku historical fiction karangan mas Iksaka Banu membawa hawa segar untuk fiksi sejarah Indonesia! :)

Terimakasih Gramedia Digital Premium!
More...