renpuspita's reviews
1374 reviews

Innkeeper Chronicles Volume 2: Clean Sweep The Graphic Novel by Ilona Andrews, ChrossxXxRodes

Go to review page

adventurous funny lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

 Last year, I wish the graphic novel adaption of Clean Sweep volume 2 will be released in end 2024, but actually the book released in early 2025. Just like volume 1, there's some changes compared to the original material but I can't compare because it had been more than 10 years since I read Clean Sweep. However, I still can enjoy this graphic novel without too much wuss about what change or whatnot.

Volume 2 covered episode 26 to episode finale in Tapas. The story also continued from volume 1, Dina got hurt after facing Dahaka's stalkers and the truth behind Dahaka attack got revealed together with Arland's purpose in coming to Earth. Sean getting an upgrade from a mysterious werewolf in Bahachar while also meet a member of the Sun Horde. I don't really remember if that happen in the book, lol. The art is pretty subpar for my taste but the lineart is defined enough and Shinju Ageha can capture the character's expression, adding some humor to the story. Although, I notice that the action scene were draw to simple. Nothing flashy though, but some panel can be too confusing to read. The Dahaka art is pretty dark and the place that become their battlefield also dark so the art kinda blending and indistinguishable. Some violence acts got blurred especially the scene when Arland decapitate his enemy. Maybe the physical book version cater more into young adult/teenager hence the blurring scene.

There's no news if Tapas will also adapted book 2 Sweep in Peace so Dina, Sean and Arland's adventure kinda wrapped up in this volume. I like the Twilight joke since Sean and Arland are both werewolf and vampire, respectively. There are some romantic moments between Dina and Sean, a hint to what come in the future. This book also have some bonus scene in the end that detailed of what happen for Sean after leaving Gertrude Hunt and going to Nexus.

A nice adaption that I'm sure can be enjoyed if you are Ilona Andrews fans and also a nice introduction to new reader to the world of the Innkeeper Chronicles 

Expand filter menu Content Warnings
The Grendel Affair by Lisa Shearin

Go to review page

adventurous lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Not bad for a series starter but The Grendel Affair have some drawbacks that make me don't fully rate it to 4 stars. The book sure is entertaining to read, fast paced, full of action, with enemies and supernatural creatures from myth (which I love!), also blurbed by Ilona Andrews themselves who set the high bar for urban fantasy series. But if you think SPI Files will be as engaging as Kate Daniels since some premise is the same, then you will be disappointed. Okay, I know that seems unfair to compare both series. Makenna Fraser aka Mac actually remind me much to Mackayla Lane from Fever series with the same nickname and same ability. Since Mac from Fever is a sidhe-seer and Mac from SPI is also a seer, both able to read past supernatural's glamour and the aura. However, I can said that Makenna is not a have fun girl like Mackayla. She is a newbie in SPI files with some dry humor, however the humor or sarcasm is just...that. Don't get me wrong, personality wise, Mac is okay. But her humor barely make me laugh or maybe I'm just not in the mood. I like Mac, but not in a "I would love to be her friend" like. 

The book is pretty much a classic urban fantasy with little to no romance. I think at first Mac will have romantic relationship with her partner, Ian Bryne. But if I read reviews from the upcoming book, seems like their relationship more like platonic and Mac have another guy as main love interest. Which is fine by me. However I feel like her team have too much testosterone with only Mac is the only girl while the other female characters are her boss, a dragon lady (literally dragon) named Vivienne Sagadraco and some female agents name Liz and Sandra that only have miniscule role. Agents around Mac are pretty much macho guys, like a werewolf named Yasha, a fellow agent named Calvin and trigger-happy grendel killing from Scandinavia named Rolf. This is just me, tho. I think other readers will find it fine with Mac surrounded by many male agents but I would love to see Mac have female friend. 

The strength of this book lay in not only action parts but how Shearin masterfully written the enemy. The SPI agents face grendel. Yes THAT GRENDEL from Beowulf. The grendel is a monster that can't be messed with because they are intelligent beings and strategically planned their attack. The big enemy boss aka the boss that will be spanning for many books (maybe) already introduced and I like Shearin's take into the Babylonian myth. While I find Mac and Ian are okay, I'm fascinated by Vivienne Sagadraco. I want to know who exactly she is, from what mythology she based from since she share some connection with the enemy boss. While the problem with grendel already resolved, there are some questions regarding the enemy that left unanswered. Anyho, while I said Mac is just okay, actually I like that she is a newbie in the team despite have seer ability. So there are some room for her developments both in characterization and also strength in become SPI field agent.

The Grendel Affair is not wow-ed me, but that always happen with first book in the series. I still enjoy Mac and Ian's adventure when facing the cunning and fast grendel. Definitely looking forward for next book and I hope I can connect more to Mac and enjoy the story. 

Expand filter menu Content Warnings
The Cat Who Saved Books - Kucing Penyelamat Buku by Sōsuke Natsukawa

Go to review page

hopeful inspiring lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Buku tentang toko buku dan kucing di cover. Kombinasi yang cukup maut dan untungnya ya isi buku The Cat Who Saved Books atau Kucing Penyelamat Buku ini juga sama menariknya. Dari beberapa buku fiksi yang membahas toko buku, gue bisa bilang buku Kucing ini masih lebih menarik dibaca ketimbang katakanlah, Hyunamdong Bookshop. Mungkin terkesan ga fair ya gue bandingin, tapi karena jarak bacanya juga ga terlalu lama jadi saat baca buku ini mau ga mau gue teringat buku Hyunamdong dan sepertinya juga makin meyakinkan gue kalau gue lebih suka baca J-Lit ketimbang K-Lit.

Buku ini dibuka dengan adegan yang cukup menyesakkan dimana tokoh utama kita, Rintaro Natsuki yang masih SMA dan juga hikkikomori harus kehilangan kakeknya. Walau begitu, Natsukawa sensei justru tidak menuliskan kesan haru biru atau rasa duka karena Rintaro sendiri sepertinya tidak bisa memproses rasa dukanya dengan baik yang terlihat dari sikapnya yang biasa saja. Bahkan kecenderungan hikkikomorinya juga meningkat dengan absen sekolah sampai ketua kelasnya, Sayo Suzuki datang ke rumahnya untuk kasih pe er. Almarhum kakek Rintaro meninggalkan toko buku bernama Toko Buku Natsuki yang sepertinya akan tutup karena Rintaro ikut bibinya pindah. Namun beberapa hari sebelum pindah, seekor kucing oyen bernama Tiger dengan perangai preman ala kucing oyen seutuhnya meminta Rintaro untuk menyelamatkan buku - buku melalui labirin ajaib yang tiba - tiba saja muncul di Toko Buku Natsuki. Maka dimulailah perjalanan Rintaro menyelamatkan buku-buku, mulai dari pembaca snobbish yang bangga bisa baca puluhan ribu buku, peneliti yang meriset cara untuk meringkas buku biar cepat selesai dibaca dan penerbit yang cuma menerbitkan buku - buku laku saja. Apakah setelahnya tantangan selesai? Oh tidak semudah itu ferguso, karena labirin terakhir dihuni oleh sebuah entitas yang bertanya pada Rintaro apa kuasa yang dimiliki oleh buku? 

Meski dibilang menyelamatkan buku - buku, menurut gue dalam perjalanannya, Rintaro sebenarnya menyelamatkan dirinya sendiri. Tema coming of age memang sangat kental dalam buku ini tentunya juga dipadukan dengan setting magical realism karena ya mana ada sih tahu - tahu ada labirin tak berujung muncul di sebuah toko buku tua apalagi si Tiger juga bisa ngomong. Rintaro yang awalnya seorang hikkikomori dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan setelah kematian kakek tersayangnya pada akhir perjalanannya pun menemukan makna hidup dari buku - buku yang dia selamatkan. Rintaro akhirnya membuka diri, tidak hanya pada Sayo namun juga kepada dunianya. Karena seperti nasihat sang kakek, buat apa baca buku banyak - banyak kalau tidak melangkahkan kaki ke luar dunia?

Buku ini memang vibesnya cukup hangat tapi seperti beberapa buku J-lit yang gue baca, penuh dengan kritik dan social commentary utamanya untuk dunia literasi dan penerbitan. Apakah Natsukawa sangat preachy di buku ini? Oh, BANGET! Beberapa kritiknya sangat tajam sampai gue jadi tertohok mengingat gue tuh suka baca buku buat have fun dan bahkan koleksi buku tapi baca nanti - nanti, hehehe. Labirin pertama yang berisi pembaca yang "menyekap" koleksi bukunya dalam lemari emang gue akuin sangat menampar gue sebagai pembaca buku. Tapi meski begitu, Natsukawa sensei tidak lantas menuduh secara blak - blakan karena toh gue sama pembaca di labirin pertama itu berbeda. I mean, kami sama - sama kolektor, tapi gue sangat sayang sama koleksi buku gue ketimbang si pembaca labirin pertama yang abai sama koleksinya. Jadi ya gue ga seburuk itu kan wkwkwk.

Yang menarik sebenarnya ada pada labirin kedua, yaitu peneliti yang meringkas isi buku supaya orang gampang mencerna. Ini jelas - jelas kritik SANGAT KERAS pada metode ringkasan buku terutama via AI atau chatjepete. Buku ini ditulis sekitar tahun 2017an tapi isunya masih sangat relevan. Gue sendiri juga setuju sama pendapat Natsukawa sensei di labirin kedua ini dengan analogi antara buku yang dipotong - potong isinya dengan melodi Bethoveen no 9 yang dipercepat. Karena semua yang instan atau serba ringkas memang ga selamanya baik gaes. Kayak okelah silakan baca ringkasan buku itu, tapi apa menariknya kalau ga membaca buku dari awal sampai akhir? Toh jika emang ada kata - kata kurang efektif atau bertele - tele seperti misal kebanyakan narasi dan deskripsi, justru disitu menariknya kan? Sementara untuk labirin ketiga tentang penerbit yang hanya menerbitkan buku laku ini emang masalah yang umum terjadi dan kritik Natsukawa sensei terkait kapitalisme dalam dunia buku itu memang benar adanya.

Natsukawa sensei melalui buku ini mengingatkan kembali apa sih esensi dari membaca buku? Kenapa orang membaca buku? Jawabannya salah satunya adalah menumbuhkan rasa empati dan menurut gue ya itu emang benar. Kita membaca untuk memahami tidak hanya orang lain tapi dengan lingkungan sekitar. Memang cara Natsukawa sensei mengutarakan maksudnya tentang membaca buku ini bisa sangat "in your face" atau menggurui tapi ini pada akhirnya kembali ke masing - masing pembacanya. Gue sejujurnya ga masalah karena toh meski disampaikan dengan keras, jujur dan apa adanya, sebenarnya gue juga setuju sama beberapa hal yang ditulis sang penulis di buku ini. Pun buku ini bisa banget jadi bahan diskusi yang sangat mengasyikkan terkait dengan literasi lho!

Kalaupun ada yang kurang, mungkin karena sampai akhir identitas Tiger ini ga jelas. Gue kira Tiger ini perwujudan almarhum kakek Rintaro tapi sepertinya bukan? Kenapa juga Tiger muncul, apakah emang untuk menyelamatkan buku - buku atau justru Rintaro sendiri? Untuk beberapa peringatannya seperti 'wah lawan di labirin ini lawan yang kuat lho!', sebenarnya ya biasa aja wkwk. Emang ada atmosfir menekan kalau misal Rintaro (kayaknya) gagal tapi tenang aja, semuanya berakhir dengan cukup baik. Buku ini juga sepertinya diterjemahkan dari edisi bahasa Inggris bukan dari bahasa Jepang langsung jadi kayaknya sayang banget meski gue tetep bisa menikmati baca terjemahannya sih.

Kucing Penyelamat Buku emang buku yang tipis, but the book pack quite a punch! Salah satu buku tentang toko buku dan buku yang sayang dilewatkan sama pembaca buku.

Expand filter menu Content Warnings
Tragedi Tiga Babak (Three Act Tragedy) by Agatha Christie

Go to review page

lighthearted mysterious slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Seperti judulnya yang memuat kata tragedi, ending di buku ini juga memuat tragedi dan "tragedi", walau tragedi yang terakhir itu nyaris kejadian, hehehe.

Gue baca Three Act Tragedy atau yang diterjemahkan jadi Tragedi Tiga Babak untuk #ReadChristie2025 reading challenge dengan tema di bulan Maret yaitu "performers". Kalau kamu ngefans banget sama Hercule Poirot, mungkin akan agak kecewa karena porsi Poirot tidak terlalu banyak. Di buku ini memang diceritakan kalau Poirot sudah pensiun (padahal ini buku ke-10 dari series Poirot berdasarkan tahun terbit) dan terlibat kasus ketika dia diundang makan malam di rumah seorang aktor teater ternama. Sebagai gantinya, tokoh utama buku ini adalah Mr Satterthwaite, seorang pengagum dan teman dari aktor bernama Sir Charles Cartwright dimana pembunuhan terjadi di rumah Sir Charles. Seorang pendeta, Mr Babbington, tewas setelah minum cocktail dan awalnya kematiannya dianggap karena Mr Babbington menderita penyakit. Tapi kasus kedua terjadi ketika teman sang aktor, Dr Bartholomew Strange juga meninggal setelah meminum port wine. Sir Charles bersama dengan Mr Satterthwaite dan Miss Hermione "Egg" Lyton Gore bersama - sama menjadi detektif amatir untuk menyelidiki kasus ini. Siapa pembunuh Mr Babbington dan Dr Strange? Motif si pelaku apa?

Porsi Poirot memang bisa dibilang sedikit dan bahkan terkesan sebagai pemeran pembantu. Pemeran utamanya ya Sir Charles yang membuktikan kemampuan beraktingnya yang handal sampai mampu merekontruksi kejadian di TKP dan Mr Satterthwaite yang membantu penyelidikan. Tapi jangan khawatir, Poirot juga punya andil untuk membantu duo ini walau Egg sempat kesal pas tahu Poirot ada. Karena Egg yang awalnya mendesak Sir Charles buat menyelidiki karena si cewek ini ada maksud tertentu. Ya, Egg naksir Sir Charles, meski beda usia mereka sangat jauh sampai 30 tahun! Terus terang aja, gue gemes baca interaksi Sir Charles dan Egg, karena mereka ini saling suka tapi denial. Apalagi gue pembaca romance kan dan gue akui Dame Christie itu bisa nulis romance dengan bagus kok. Saking kelihatan naksir, Mr Satterthwaite sampai geli sendiri dan Poirot pun bahkan kasih saran. Apa gue bilang, Poirot emang selain cocok jadi detektif juga pas banget jadi mak comblang!!

Menurut gue kurangnya porsi Poirot di buku ini malah jadi nilai tambah, karena cukup menarik membaca penyelidikan dari sudut pandang Sir Charles, Mr Satterthwaite dan Egg. Memang segi psikologisnya jadi kurang digali karena ini kan bukan Poirot yang menyelidiki. Tapi justru itu kelebihan buku ini. Selain ditulis dalam format tiga babak (Kecurigaan, Kepastian, Penemuan), penceritaan dengan sudut pandang ketiga serba tahu ini semacam kayak mengaburkan beberapa hal termasuk red herring yang sering dipakai untuk mengalihkan perhatian pembaca dari fakta yang ada. Mungkin kalau kamu udah sering baca karya misteri, siapa pelakunya sudah jelas. Tapi gue kan sering banget ya terkecoh sama twist di buku - buku Agatha Christie dan ternyata buku ini pun juga ada! Pelakunya memang "dia" setelah Poirot menjabarkan deduksinya yang luar biasa setelah mendapatkan laporan dari trio detektif amatir. Sebuah twist yang nantinya akan diulang juga di buku lain yang kebetulan gue juga udah baca jadi sebenarnya gue yang kaget tapi kaget yang "oalah iya ya bener juga". Motifnya pelakunya sendiri lumayan beda dan cara pembunuhannya sebenarnya sangat berdarah dingin. Tipe pelaku yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan!

Tragedi memang akhirnya terjadi untuk beberapa tokoh tapi setidaknya masih ada harapan. Poirot boleh saja hanya muncul sedikit tapi ga memungkiri kalau kemampuan deduksinya sangat luar biasa. Betapa pelakunya ga bisa dibuat berkutik. Mr Satterthwaite sendiri juga sangat menarik dan pantas jadi salah satu tokoh utama plus sidekicknya Poirot. Salah satu buku Agatha Christie dengan tokoh Hercule Poirot yang gue rekomendasikan, apalagi dengan format penulisannya yang unik (ala drama) dan karakter - karakter yang juga sama menariknya.

"Sama sekali bukan apa - apa. Bukan apa - apa. Itu tragedi dalam tiga babak, dan kini telah berakhir, tirai telah ditutup"


Expand filter menu Content Warnings
Kumpulan Cerita Rakyat Dunia by Donna Jo Napoli

Go to review page

emotional funny hopeful inspiring reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

 Anak suka dibacakan dongeng sebelum tidur? Buku ini bisa banget jadi pilihan apalagi dongeng-dongengnya dari seluruh penjuru dunia. Sama seperti buku Mitologi Yunani/Norse/Mesir dan Kisah 1001 Malam, Donna Jo Napoli kali ini menceritakan kembali dongeng - dongeng yang tentunya dilengkapi dengan ilustrasi unik dari Christina Ballit. Pemilihan dongengnya pun cukup kaya dan banyak dongeng yang baru gue tahu dari buku ini. Sebelum menceritakan dongeng, ada pembuka dari Napoli yang menurut gue juga sarat informasi utamanya dalam membedakan asal muasal dongeng dan mitologi. Dimana kalau mitologi lebih fokus ke menjelaskan asal mula atau sebab akibat sebuat fenomena alam, maka dongeng biasanya menceritakan hal - hal yang memuat pesan moral.

Dongeng (atau cerita rakyat) di buku ini bermula dari benua Eropa, untuk kemudian melaju ke Afrika, Asia, Amerika, Antartika dan bahkan dongeng dari kepulauan oceania. Yang bikin seneng, ada juga dongeng dari Indonesia walau ketika gue baca, hmm kayaknya ini dongeng orang Bali. Yah, mungkin karena Indonesia emang dikenal sama orang - orang di belahan dunia lain itu ya pulau Balinya. Penceritaannya sendiri semuanya menarik dan juga interaktif. Pembaca seakan dibuat terbuai dengan narasi Napoli tapi juga bisa menceritakan kembali isi dongeng ini sama orang lain dengan cara mereka sendiri. Ini yang diinginkan Napoli juga di awal bukunya, untuk membuat buku ini tidak hanya sekedar kumpulan cerita rakyat biasa tapi juga bisa diceritakan entah itu ke anak - anak atau orang tersayang dengan cara yang menyenangkan.

Buku yang menurut gue wajib banget dikoleksi terlepas dari kamu suka sama cerita rakyat atau tidak. Bahkan buku ini juga bisa jadi referensi lho, karena di akhir buku, Napoli juga memberikan referensi darimana dongeng - dongeng di buku ini diceritakan kembali. Pun ga cuma dongeng, karena banyak juga trivia - trivia menarik ala natgeo yang disematkan di dalam penceritaan dongeng. Buku yang sangat gue rekomendasikan!! 
Spinning Silver by Naomi Novik

Go to review page

challenging dark emotional mysterious tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.25

Spinning Silver, the second standalone title from Naomi Novik, imho, is better written compared to Uprooted. A unique storytelling method, told not only from one character, but six (!!) point of view, all of them using first person narrative. However, the story got a little bit dragging in the middle part and Novik's penchant to write repeating words that maybe to emphasize the meaning but I just found it sometimes unnecessary.

This book as first marketed as a loosely adaption of the fairytale Rumpelstiltskin. The ability to change straw into gold is incorporated into the first heroine, Miryem Mandelstam, the daughter of a Jewish moneylender. Her father is too kind to the people who borrow the money resulting in Miryem's family fall into poverty. Take the matter in hand, Miryem harden her heart and begin collecting people's debts no matter that they hate her to do so. Which is so rich, because the Pavys people live in modesty while Miryem's parents suffer in the never ending winter that grazed the Lithvas kingdom, a place where the story happen. In her debt collecting, Miryem meet Wanda Vitkus, a young girl that also suffer from her alcoholic and abusive father. Since Wanda's father can't repay his debt, Wanda become an errand girl in Miryem's house, for the first time finally feel what is the meaning of the family and to never feel hungry again. The story begin unravel when an involuntary bragging by Miryem in which she boast that she can change silver to gold (refer to her ability in doing moneylender business) getting heard by the Staryk King. Staryk, icy fae-like creatures, are a menace to Lithvas because of their love of gold and in order to obtain the gold, they often attack and pillage the people of Lithvas. So, the King begin to challenge Miryem to change silver to gold thrice and in one of her scheme to change the silver, her fate begin entangled with the Vasynia duke's daughter, Irina.

The beginning of the Spinning Silver is slow, too slow perhaps and mundane but I admit Novik have a way with words. The book's pace in overall is very slow and very cold. You can feel how cold the atmosphere just by read the words alone, a testament to how Novik can masterfully create the setting. The cold not only from the description of the setting, but also the character's feeling. The vibe is very bleak and depressing, yet there's no empty feeling when I read the book. I just know that despite the hardship that Miryem, Wanda and Irina endured, they will find their happy ending in the end. 

What make Spinning Silver very unique is how Novik write the character's narrative. Often when I read book with multiple characters voice, the writer will explain who is the narrator in the beginning of the chapter. That is not the case of Spinning Silver. There are six characters with first person of view narrative who told the story of this book. Miryem, Wanda, Irina, then Stepon (Wanda's brother), Margreta (Irina's chaperone) and Mirnatius (the tsar). Novik masterfully write a totally different voice without telling who is the focus of the story and it happen not only in one chapter, but WITHIN chapter. So a chapter can have 3 or 4 PoV without a sign who is talking so I won't joke that reading Spinning Silver need to focus less you will getting confused. Definitely can't be skimmed as well or you will get lost, lol. The experience can be a little bit jarring at first, but by 3 chapters I already can follow who is who, because all of 6 PoV have different in tone and characteristic. Miryem with her determination to not lose to the Staryk King, Wanda with her strength regarding her poor condition and fate, Irina with her cold logic and mind when facing the demon's threat inside Mirnatius's body, Stepon with his childish voice but also provide some of important scene when the demon and Staryk King finally meet, Margreta with her worried toward Irina and giving a glimpse into what happen in Irina and her own past and then Mirnatius, a tsar who at first seems aloof and indifferent yet hide a tortured body and mind because of the demon's possession. 

From all the 6 PoV, I found that Margreta's PoV is the weakest and sometimes is unnecessary although her PoV provide the setting because I just realize that Spinning Silver was happen in 13th century because Margreta said something about Crusade. The setting of Lithvas while fictional, maybe refer to Lithuania and Latvia. As for the three main heroines, I like Wanda the most. Yes, Miryem is the central character and Spinning Silver actually her story, but I always have soft spot for underdog character. My heart bleed for Wanda's life that full of unfairness and how even today, girl like Wanda still exist. I feel worried when Wanda and her brother, Sergey, must fled from their home and I filled with trepidation that something awful will happen to them. My heart soared when finally Wanda found her home, her true family in Mendelstam family although they aren't blood related but somehow a family didn't need blood relation to help and love each other. 

My first complaint with Uprooted was how the romance feel forced and the feeling between the main characters was imbalanced. I'm glad that Novik learn from her mistake and there's a little to no romance in Spinning Silver. Irina and Mirnatius might be husband and wife, but theirs was marriage in convenience. Mirnatius often dumbfounded to see his people seems in awe when Irina was present while he see her as an ordinary girl who is unattractive. Yet, it was Irina who finally save Mirnatius from his impending doom and also saving Lithvas in the process so maybe their relationship will finally blossom into something akin of respect. As for Miryem and Staryk King, you can said that they become as enemy to lover. They are truly enemy through the book and Staryk King was aloof and cold, but that are pretty normal for a fae, though. At least he care for his people and in the process, Miryem start to respect him as well and vice versa. Their romance is not explicitly shown but more like gesture here and there, only happen very near the end. Just like Irina and Mirnatius, Miryem and Staryk King also end up respecting each other with finally the King try to properly court Miryem -after at first he abducted her and forcefully make Miryem as his queen- and I found that I like this kind of romance better.

While Spinning Silver use some elements of Rumpelstiltskin's story, Novik also put some other fairy tales as well. Like Hansel and Gretel, Cinderella, Beauty and the Beast and maybe another fairy tales elements that I'm not familiar with. She also incorporated some of Slavic mythology and I like the concept of bargaining in the Staryk's society as fae. Some of this book message is if you have debt, then repay it, lel. But, it's not only happen with Miryem's moneylender business but also with the way Miryem and the Staryk fairy folks interact. I also like with how the story feel random at first then it's start to connected in the end, forming a perfect picture and also satisfied ending. Spinning Silver have some strength and also weaknesses as well especially because multiple PoVs can be confusing to read and follow. But I really enjoy Miryem, Wanda and Irina's journey in facing their obstacles to protect their family and people they love.  

Expand filter menu Content Warnings
Cinderella Addiction by Rikako Akiyoshi

Go to review page

dark emotional mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.0

 Buku stress yang isinya orang - orang stress semua.

Karya Akiyoshi Rikako yang gue baca itu baru Girls in the Dark doang tapi buku satu itu saja sudah meninggalkan impressi yang luar biasa dan gue jadi ga ragu buat mengoleksi seluruh karya Akiyoshi-sensei. Gue bahkan berniat baca Holy Mother tahun ini, tapi sebelumnya gue mau baca Cinderella Addiction dulu yang seharusnya dibaca tahun lalu. Kebetulan temen kantor beberapa bulan lalu nonton Melancholy, adaptasi dari Cinderella Addiction yang sayangnya gue ga ikutan nonton. 

Buku ini...gimana ngomongnya ya hahaha. Endingnya emang (cukup) gila tapi malah meninggalkan banyak pertanyaan di benak gue. Okelah, ending ngetwist emang salah satu ciri khas Akiyoshi, tapi di Cinderella Addiction ini terlalu banyak yang membuat gue bertanya - tanya. Untuk amannya gue taruh tag spoiler aja ya, so beware spoilers!:

- Perubahan karakter Kota dan Sakura yang terkesan tiba-tiba, tapi menurut gue justru Sakura-lah yang nyaris ga masuk akal. Apa bisa berubah drastis seperti itu dalam semalam? Okelah judulnya aja ada kata Cinderellanya, tapi apa iya Sakura mendadak jadi psikopat hanya buat mempertahankan status 'cinderella'nya? Kemana orang yang awalnya walau terkesan dirundung kemalangan tapi tetap berusaha tegar dan mau membela anak - anak, malah berubah jadi pembunuh anak - anak itu sendiri? Hanya karena merasa dibutuhkan Kaori dan Kota?
- Karakter Kota itu sebenarnya gue ga terlalu heran sama berubahnya karena ini salah satu bukti kalau manusia itu punya banyak topeng. Bisa jadi alasan mantan istrinya yang pertama selingkuh karena Kota aslinya ringan tangan? Sayangnya dari tiga karakter ini, Kota emang yang agak kurang tereksplor. Gue hanya tahu kalau Kota masih stress karena perselingkuhan mantan istri pertamanya, tapi juga menyembunyikan amarah yang luar biasa yang lalu dialihkan ke hobi memahat patungnya. Kesan pernikahannya dengan Sakura emang terburu - buru ya dan mungkin dari situ saja sudah termasuk bendera merah berkibar - kibar karena mungkin Akiyoshi-sensei ingin bilang bahwa kebahagiaan yang absolut itu ada syarat dan ketentuan yang berlaku
- Kaori-chan emang manipulator sejati. Bocil kematian yang literally live up to her name. Menurut gue, keputusan yang tepat bagi Akiyoshi sensei untuk membuat cerita dari sudut pandang Kaori memakai 1st PoV. Pemikiran anak - anaknya yang polos tapi sadis sebenarnya bagian yang paling mengerikan yang gue baca dari buku ini. Apa alasan Kaori berlaku dan menjadi pathological liar sebenarnya mungkin bisa ditelusuri dari kurangnya perhatian ibu kandungnya. Tapi, apa yang ada di pikiran Kaori emang menurut gue sangat ekstrim walau bukan ga mungkin bisa terjadi
- Open ending yang menyisakan rasa kurang puas. Okelah, endingnya orang-orang yang (dianggap) merundung Kaori akhirnya mendapat balasan. Tapi logikanya lah, masa iya ga bakal ketahuan wkwk. Mungkin juga keputusan yang tepat Akiyoshi mengakhiri ceritanya sampai disitu saja dan menyerahkan pada pembaca. Kalau secara logika ya ga mungkin keluarga Izumisawa lolos dari perbuatan mereka, lol. Tapi namanya juga mau bahagia, psychopath style
 

Menurut gue dengan beberapa hal yang bagi gue cukup mengganggu, ceritanya cukup menarik dan lebih menekankan pada aspek dramanya. Gue mau ga mau diajak bersimpati sama kondisi Sakura dan Kota (pada awalnya), sementara kesel banget baca PoV Kaori si bocil ga tahu diuntung. Walau gitu gue cukup kesel juga dengan banyaknya "Eh?", kayak apa sih ini pada cengo semua apa kalian sering banget berekspresi "eh???" lol. Selain itu karena tokoh utamanya sudah dewasa (kecuali Kaori), ada beberapa adegan dewasa juga tapi ga eksplisit. Bisa banget diskip dan ga terlalu mengurangi kenikmatan membaca.

Bukan yang terbaik dari Akiyoshi Rikako (padahal gue baru baca dua, lol!), tapi tetep okelah kalau mau jadi koleksian.

Makasih Dina yang sudah kadoin buku ini :D 

Expand filter menu Content Warnings
Teka-Teki Terakhir by Annisa Ihsani

Go to review page

inspiring lighthearted mysterious slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.0

Apa kamu suka matpel matematika atau minimal matkul kalkulus? Jika iya, buku debut Annisa Ihsani ini cocok untukmu.

Kamu ga suka matematika karena nilai selalu jeblok atau harus ngulang lagi matkul kalkulus? Hmm, buku ini tetap bisa dibaca sih, tapi bisa jadi diskusi soal matematikanya akan bikin lewat aja sekilas di otak.

Gue termasuk yang suka matematika walau untuk bagian bangun ruang gue agak lemah. Hal yang lucu karena gue masuk teknik sipil dan apa yang dipelajari di sipil? Tentu saja salah satunya tentang bangun ruang, wkwkw. Tapi matematika gue termasuk yang kuat jadi kuliah gue dulu ga sengsara banget dan bahkan seandainya saat ini gue disuruh memecahkan persamaan matematika sederhana mungkin masih bisa meski gue akui sudah lupa semua rumusnya karena terlalu lama tidak dipakai. But, enough about myself. 

Teka Teki Terakhir awalnya gue kira sebuah misteri yang berhubungan dengan perburuan harta karun atau sebuah novel remaja yang ringan. Sebenarnya ceritanya bisa dibilang ringan banget, karena tanpa pembahasan terkait Teorema Terakhir Fermat, maka kisah hidup Laura Welman, seorang bocah berusia 12 tahun saat cerita ini dimulai, bisa dibilang BIASA banget. Konflik - konfliknya khas anak remaja jelang SMP di sebuah kota fiktif Littlewood yang entah berada dimana, tapi mengingat gaya tulisan buku ini kaku bak kanebo kering alias kayak baca terjemahan, maka gue rasa kota tempat tinggal Laura mungkin antara di Inggris atau Amerika atau wherever you want to be. Gaya tulisan yang kaku emang sempat buat gue mengernyit walau lama - lama gue akhirnya terbiasa. Anggap saja ini terjemahan, begitulah pikir gue, agar sesuai sama setting ceritanya (yang entah dimana). 

Yang membuat Teka - Teki Terakhir menarik memang pembahasan tentang Teorema Terakhir Fermat dan juga beberapa bahasan tentang matematika. Sayangnya, karena saat baca buku ini gue ingin bacaan yang ringan, jadinya semua bahasan tentang matematika itu walau unik yang cuma lewat sekelebat aja tanpa gue pengen tahu lebih lanjut. Penceritaan buku yang semuanya dari sudut pandang pertama Laura juga sebenarnya jadi salah satu kelemahan buku ini, karena pada beberapa bagian gue merasa bukan Laura yang bercerita tapi justru pengarangnya! Jadi seorang pribadi Laura dan pribadi Annisa Ihsani ini saling tumpah tindih. Terasa di saat Laura sedang gundah karena persahabatannya dengan Katie rusak itu gue bisa paham kalau ini Laura, tapi saat Laura sedang mendengarkan teori matematika dari Tuan Maxwell gue merasa penjabarannya seperti authornya dan bukan Laura yang ada disana. Tapi gue berusaha maklum aja, karena ini karya debut jadi mungkin belum sempurna dan ga semua penulisan dari sudut pandang pertama itu bisa dibawakan dengan mulus.

Interaksi Laura dengan pasutri Maxwell yang unik emang menjadi salah satu fokus di buku ini, walaupun gue merasa interaksi Laura lebih banyak bersama Nyonya Eliza Maxwell ketimbang Tuan James Maxwell. Tema coming of age yang dibawakan juga cukup oke ditulisnya meski kata mutual gue buku ini "heartwarming", tapi bagi gue kayak yang biasa aja hahaha. Ya, kayak baca kisah remaja pada umumnya meski dibuat lebih level up dengan bahasan tentang matematikanya dan mungkin sedikit pesan moral untuk tidak semudah itu menghakimi orang hanya dari penampakan luarnya. Mungkin karena mood baca gue juga, tidak terlalu banyak kesan hangat atau menggugah yang gue dapatkan setelah baca Teka Teki Terakhir. Walau begitu bukan berarti buku ini jelek, malah menurut gue meski dengan gaya penulisan kaku bak terjemahan pun bukunya bisa dibaca semua kalangan. Tapi gue rasa ga cocok dibaca kalau lagi penat atau butuh hiburan ringan, karena bahasan tentang teori matematika yang ditulis di buku ini butuh perhatian lebih saat membacanya.

Expand filter menu Content Warnings
Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 3 by Reiko Hiroshima, 廣嶋 玲子

Go to review page

funny lighthearted relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

 Sedikit berbeda dengan buku 1 dan 2, cerpen - cerpen di Zenitendo buku 3 ini tidak terlalu menekankan pada BACALAH SYARAT DAN KETENTUAN BERLAKU tapi lebih ke problem solving alias menyelesaikan masalah yang dialami oleh pelanggan toko nona Beniko. Mungkin ya bosen juga kan dua buku berturut - turut pesannya sama terus :)).

Hiroshima-sensei juga memperkenalkan toko jajan baru yang jadi saingan Zenitendo yaitu Tatarimedo. Kalau Zenitendo menjual jajanan yang mengabulkan hasrat pembeli jajan, maka Tatarimedo menjual jajanan yang khususon untuk hasrat jahat. Meski terjadi persaingan, tapi sepertinya buku ini baru awal dari perseteruan Zenitendo dan Tatarimedo karena persaingannya cuma terjadi di satu cerpen aja buat perkenalan.

Jajanan di Zenitendo tetap menarik tapi pesannya kali ini lebih beragam. Kayak jangan terlalu terpaku sama rasa dendam terus juga pemakaian ponsel yang terus - terusan ternyata bisa membuat orang (dalam hal ini anak SD) jadi terbebani. Tapi bagian ponsel itu gue agak kagum soalnya anak kelas 4 SD itu sekarang sudah boleh punya hape sendiri ya? Dari semua cerpen, bagian Stiker Penjawab Telpon yang menurut gue menarik karena sepertinya Hiroshima-sensei mengkritisi penggunaan hp yang berlebihan terutama oleh anak umur sekolahan.

Pastinya Zenitendo ini pas buat bacaan ringan sekali duduk apalagi kalau sedang penat dengan pesan moral yang bisa diterima sama semua kalangan umur. Bisa juga dibaca untuk mengejar target reading challenge atau kalau waktu bacanya terbatas :-) 
Murder of a Mail-Order Bride by Mimi Granger

Go to review page

funny lighthearted mysterious fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

Valentine Day might be over when I read this exactly one day after 14th Feb, but why not mix romance and murder to celebrate the day when love celebrated even I late by one day? Last year I read Death of a Red-Hot Rancher, a first in Love is Murder Mystery written by Mimi Granger (one of many Connie Laux's pen names) and really enjoy it. Cozy mystery with ROMANCE Bookstore as setting? I'm sold! Sadly, the aforementioned bookstore kinda take a back burner in the second book but I still find our heroine, Lizzie Hale's sleuthing entertaining. Granger also use "mail-order bride", one of staples from romance genre but for this book as seen as in cover but apparently the mail-order bride is not what she seems to be.

The book start with a bang..or murder. Like the murder literally happen in the first page with Lizzie as a bride maid try to save the bride from drowning only to find that the bride already dead of strangulation. The story then start with what happen days before the wedding. Al Little, one of Tinker Creeks' citizen finally find love of his life, a woman call Svetlana hails from Russia. Lizzie and her aunt, Charmaine agree to become a wedding planner but not before Lizzie find that some of Svetlana's activity seems weird. When the bride end up dead and Al was wailing from his misery, turn that Svetlana hide one or two facts about herself that maybe result in her demise. By helping Max Alvarez, the sexy ranger whom Lizzie have crushed with in his investigation, Lizzie discover that the case might be more than the bride's death.

Just like book 1, book 2 also told entirely from Lizzie's first PoV. Unlike book 1, the romance is more like focus although didn't deter from the mystery. Both Lizzie and Max finally reveal their feeling to each other, although more like Max did it first. I like their dynamic not only in romance department but also how they collaborating in investigation. Theirs remind me of one of my favorite series, In Death by J.D. Robb although gender reverse. Sure at first Max was hesitant to let Lizzie join his investigation, but I get that he only worried that Lizzie will hurt herself. After that, he trust Lizzie and yes, our Lizzie is the one who deduct who the culprit was. Although, the culprit is not what I guess at first and the revelation also the conclusion regarding the culprit's fate in the end feels pretty lacking. 

I really enjoy Love is a Murder Mystery series but sadly the series only have 2 books! This series have potential with how Lizzie not only have romance with Max, but their investigations is what make me love this book. Of course there is an adorable doggo called Violet and Tinker Creeks's citizen with their quirk only add the charm that the series have. If in the future Granger decide to write more Lizzie's adventure in sleuthing, mark my word, I will buy and gobble it up in one sitting! 

 

Expand filter menu Content Warnings