blackferrum's reviews
580 reviews

Before We Were Strangers - Sebelum Kau Asing Bagiku by Brenda Novak

Go to review page

dark emotional mysterious medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Ini kali pertama baca tulisan BN dan kesannya yah, bagus. Sekilas hampir punya vibe macam Sandra Brown, tapi BN lebih main aman dengan karakternya. Pas pertama tahu trope romansanya langsung skeptis, bakalan dibawa ke mana ini? Agak risky mengingat hubungan antara Sloane, Paige, dan Micah nggak bisa dibilang hal yang lumrah. Mau dibilang nggak enak dilihat juga nggak karena Paige dan Micah udah lama pisah, tapi dibilang oke aja juga nggak. Agak nanggung, sih, emang.

Berawal dari kematian sahabat sekaligus mentornya, Sloane bertolak ke kampung halaman yang sudah dia tinggalkan selama 10 tahun untuk mencari jejak ibunya. Kepulangannya tidak disambut dengan baik oleh ayah dan kakaknya. Sloane memercayai ibunya tidak hilang 23 tahun lalu, melainkan dibunuh oleh ayahnya sendiri. Sedangkan, kakaknya memercayai ayah mereka dan ikut menghalangi penyelidikan Sloane dengan dalih untuk melindungi reputasi ayah mereka di kota yang saat itu menjadi walikota.

Hanya satu yang menerima Sloane dan menawarkan tempat tinggal sementara untuknya, Paige, sahabatnya sejak kecil. Tidak ada masalah dengan hal tersebut, tetapi fakta bahwa Paige pernah menikah dengan Micah, mantan kekasihnya di masa SMA, dan memiliki putra membuat Sloane tidak nyaman. Bukan hanya karena dirinya bakal bertemu kembali dengan Micah, tetapi hatinya ternyata masih sangat menginginkan laki-laki itu meskipun perpisahan mereka 10 tahun lalu membuat Micah sedikit membenci Sloane.

Ketika mencoba mengorek masa lalu demi mencari keberadaan sang ibu, Sloane malah menemukan hal lain. Hal yang tidak mengira akan menjadi penyebab ibunya menghilang.

Hubungan Sloane dengan Micah bisa dibilang kurang profesional, yah, mengingat Micah itu polisi dan dia nggak segan membuka berkas penyelidikan soal ibunya Sloane. Penyelidikan yang bisa mengarah ke konflik kepentingan.

Kelakuan bapaknya Sloane bikin ngelus dada. Like, aduh gataulah, saking gilanya kurasa. Atau saking kurang belaiannya.

Bagian ending yang bikin aku agak kehilangan spark. Bukan karena kaget soal fakta tersembunyinya, tapi pace-nya mendadak jadi express. Belum lagi fakta yang dimaksudkan sebagai twist itu kayak terkesan sengaja banget dimasukkan buat menambah kagum pembaca. Jadi, sangat disayangkan harus menurunkan rating 0,3 karena hal ini.

Bagian lain memuaskan sih, apalagi konflik Paige. Kompleks banget dia dan nunjukin kalau punya sahabat yang serba sempurna juga nggak mudah kalau kita nggak bisa menyikapinya dengan baik. Paige emang terobsesi sama Micah, tapi ya siapa sih, yang nggak merasa harus memperjuangkan cintanya? Walaupun cara Paige ini salah kaprah.

Expand filter menu Content Warnings
The Life We Lead by Mosaicrile, Johana Melisa

Go to review page

informative lighthearted reflective slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Greget banget sama dampak dari konflik di buku ini. Bayangin orang yang paling sering disandari malah balik nusuk, rasanya kayak ugh. Tapi, untungnya, karakter Bethany nggak dibikin loyo macam kertas habis disiram air (a.k.a masalah). Kupikir lagi, ini NA, alih-alih YA.

Sebenernya lagi, aku agak lupa bagian romansanya gimana, hehe, karena emang banyakan porsi bahas pencarian jati diri dan ingatan Any, sih. Yang mana malah bagus. Perubahan Any yang awalnya nurut aja sama orang tua akhirnya mau mengubah kebiasaan dan mulai memperjuangkan keinginannya.

Nah, bahas soal karakterisasi, aku rasa agak ambigu. Well, okelah, yang kelihatan agak "goyah" itu Regan. Awalnya sinis banget, kan, tiba-tiba jadi soft banget. Iya, emang dijelasin kenapa dia begitu, tapi kayak nggak nyangka bakal secepet itu. Karakter yang aku lumayan suka malah si Priska. Yep, dia emang menjengkelkan, tapi perilakunya reasonable. Kayak jelas gitu lho, karena begitu, jadinya begitu. Terus di akhir juga bukannya ada drama nggak penting, tapi kayak yaudah, karena dia begitu mau dibikin kayak gimana lagi? Udah pas kan akhirannya begitu.

Ada juga yang bagiku agak sayang soalnya nggak dioptimalkan. Ino, kakak Bethany. Di awal emang kelihatan banget kontribusinya, tapi di pertengahan menghilang. Di akhir, waktu udah mau bubaran nongol lagi. Emang berpengaruh sih sama satu dua hal yang bikin Bethany bisa jadi karakter Bethany, cuman ya sayang itu tadi, nggak dimaksimalkan keberadaannya. Atau mungkin bakal ada ceritanya sendiri ya, jadi disimpen dulu? Entah.

Overall, aku suka sama jalan cerita. Minus bagian pemaparan rencana proker calon ketua BEM itu yang panjang banget, entah kenapa padahal dipotong pun tetap nggak bakal memengaruhi jalan cerita. Kalau tujuannya supaya memperlihatkan kelemahan cawakabem, rasanya nggak perlu dikasih penjelasan sedetail itu. Tapi, sisi lainnya, menunjukkan bahwa penulis punya wawasan yang luas (dan maybe di bidang yang itu--bahasan yang jadi topik bahasan rencana proker).
Daisy by Ayu Rianna

Go to review page

emotional informative lighthearted reflective relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Huang Lei, sori banget, kayaknya tittle cowok ijo neon kali ini harus pindah ke Liam :(

Daisy terus-menerus melarikan diri dari masa lalu, sampai persinggahannya yang ke sekian di Bandung mengenalkannya pada Liam, dokter hewan sekaligus pencinta kucing. Awalnya, sikap Liam yang kelewat ceria dan agak cerewet itu sedikit mengintimidasi, tetapi Daisy justru merasa hangat. Seolah ada elemen baru yang menenangkan dari hidupnya selain kabur dan khawatir akan ditemukan oleh si masa lalu. Ketika sudah mulai nyaman dan berpikir untuk menyetujui ide sahabatnya, Isla, untuk menetap di Bandung, masalah lain datang. Masalah yang sama besarnya dengan badai dan mengancam untuk menelan kebahagiaan serta hidupnya.

Lah, kenapa sinopsisnya jadi dark begitu, ya. Anyway, ilustrasi sampulnya nggak menipu, kok. Emang bener ceritanya manis, seperti tipikal tulisan Kak Ayu yang lain. Cuman memang masa lalu karakter utamanya agak dark aja. Eh, nggak agak sih, emang dark.

Harus aku akui, ini buku terfavoritku dari Kak Ayu selain [book:That Summer|35715024]. Jumlah halamannya emang lebih sedikit dari ALLT, tapi isinya padat. Penjabaran soal jobdesc karakternya nggak terlalu meluber seperti buku sebelumnya. Suka banget karena fokusnya ke konflik dan kegemesan interaksi Daisy-Liam <3

Well, apa lagi ya yang mesti aku reviu. Aku ngerasa karakterisasinya udah konsisten, sih. Apa ada perkembangan? Bagiku sih iya, karakternya berkembang. Hmm, mungkin yang bikin bertanya-tanya cuma gimana respon mami Liam soal Daisy, mengingat di awal penggambaran karakternya "pemilih" banget. Setelahnya oke-oke aja.

Nunggu tulisan Kak Ayu berikutnya ><

Expand filter menu Content Warnings
Mereka Sudah Mati by Arumi E.

Go to review page

mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Prolognya diisi "how-to" versi Violet yang sampai punya kemampuan melihat doppelganger atau kembaran ruh orang yang biasanya hendak meninggal. Awalnya memang Vio hanya bisa melihat ruh semacam itu, sebelum dia diseret ke dunia lain ketika berjaga di bangsal anak-anak.

Ini kali pertama aku baca cerita Kak Arumi E., tulisannya rapi dan terstruktur. Hanya ada beberapa bagian yang mungkin lebih mirip rant/ringkasan daripada reviu.
- Pertama, emosi karakternya bland. Entah berapa kali aku membatin ini emosinya mana? Kenapa lempeng banget dialognya kayak kurang garam? Kenapa dialog aksinya kurang? I know, banyak cara menyampaikan emosi karakter, dialog ini jadi salah satu jalan. Rasanya emang agak kering aja di bagian ini jadi yah mau bersimpati juga kurang bisa maksimal (atau malah nggak bisa sama sekali).
-Kedua, aku nggak paham apakah ini jenis tulisan yang biasanya dipakai untuk membuat skrip, tapi kesannya memang apa ya, buku ini bakal lebih kerasa visualisasinya kalau dialihwahanakan ke film/series begitu, alih-alih buku. Yah, maybe someday bakal difilmkan?
- Misterinya rapi, kok, hanya saja kurang emosi bikin aku ragu buat menebak apakah pelakunya orang ini atau yang itu. Terlebih, ada beberapa bagian yang memang seharusnya dikasih petunjuk dulu sebelum ke bagian momen of truth.

Terlepas bagian yang kurasa kurang, aku suka bagian horornya. Sensasinya langsung terasa sampai nggak berani kubaca malam-malam.

Expand filter menu Content Warnings
Oben Ohne - Yang Kulihat di Cermin by Jutta Nymphius

Go to review page

informative inspiring lighthearted reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Kemakan konten bentuk badan yang sempurna? Jadi nggak percaya diri sama tubuh sendiri? Masalah klasik yang nggak juga dapat solusi atau nggak semua orang bisa akses solusinya.

Di buku ini korbannya Amelie. Dia merasa bentuk tubuhnya nggak oke, wajahnya juga nggak cantik-cantik amat, tapi dia pandai menggunakan photoshop. Jadi, Amelie mencoba mengubah wajah para selebritas yang tengah berjemur atau hanya menggunakan bikini dengan wajahnya. Sambil berharap tubuhnya bisa berubah seperti itu secara ajaib.

Amelie tidak bahagia di rumah. Orang tuanya terus bertengkar dan tidak ada yang bisa menampung keluh-kesah atau sekadar memberinya nasihat. Amelie hilang arah, terlebih setelah dirinya tidak sengaja mengirim foto tidak senonohnya ke cowok yang dia taksir. Dunia Amelie seketika runtuh. Tapi, ada yang harus Amelie lakukan meskipun sedang terpuruk dan dia harus menyelamatkan dunianya sendiri jika tidak ada yang bisa membantunya bangkit.

Pertama, terjemahannya luwes. Ngalir banget sampai akhir. Kedua, karakter Amelie ini REAL BANGET alias emang ada (atau bahkan banyak) remaja yang mengalami hal serupa. Lingkungan sekitar berpengaruh, terutama keluarga, dan karena ini unit paling kecil, sudah sepantasnya orang tua (Amelie anak tunggal) mendampingi, mengawasi apa yang anak-anaknya lihat, dan membimbing mereka apabila terjadi hal yang tidak baik. Terlebih mengirim foto pribadi ke orang lain (nggak pakai baju yang tertutup) itu termasuk hal besar.

Ada juga bagian Amelie yang kepengin banget ngikut gaya hidup dan penampilan dua anak yang dia anggap role model. Di sini pengaruh dari luar juga ambil andil. Plus ada media sosial yang bebas diakses siapa saja. Ingat, Amelie nggak diawasi ortu selama menggunakan gadget.

Remaja tanggung paling senang kalau ditantang. Lebih-lebih kalau tantangannya yang benar-benar nggak dia pahami sebelumnya. Maksudnya karena nggak pernah dikasih edukasi lebih baik soal itu, atau ngikut teman-teman biar nggak diejek, atau karena murni mereka kepengin dipandang sebagai orang dewasa yang dari luar kebanyakan memang keren. Nah, Elias juga termasuk salah satu yang ikutan teman dan mau dianggap keren. Well, karakter dia nggak ada PoV khusus sih, tapi dari secuil informasi dari buku ini, dia ngelakuin hal tercela begitu karena dorongan teman. Pergaulan yang salah kurasa.

Intinya, buku ini tipis, tapi isinya padat. Buat yang lagi nyari bacaan buat remaja atau kasih kado/sekadar bacaan ke sanak saudara/keluarga yang masih remaja, kurasa buku ini cocok buat mereka. Aku emang udah nggak remaja lagi, tapi kisah yang kepengin disampaikan penulis bisa aku terima dengan baik. Mungkin sekarang udah aware sama hal-hal yang dinamakan privasi, jadi pelajaran dari buku ini bisa disimpan untuk diberikan ketika ada yang membutuhkan.

Expand filter menu Content Warnings
Skeleton 13 by Meda

Go to review page

dark informative mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

The whole story ... nggak bisa dibilang bagus banget, tapi real bikin merinding!

Bayangkan, ada kasus pembunuhan berantai yang diduga muncul lagi setelah lebih dari 20 tahun. Habis itu mayatnya ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Kadang malah nggak lengkap. Polisi cuma punya satu petunjuk, sedangkan kemungkinan besar korban lain akan muncul.

Bagian yang bikin greget itu di action-nya. Penulis pandai menulis deskripsi yang nggak membosankan, justru malah bikin tegang. Proses penyelidikannya juga berhasil bikin nahan napas beberapa detik karena beberapa kali pelaku hampir selalu bersinggungan dengan pihak berwajib. Petunjuk di buku ini nggak asal sebut, ada asal-muasalnya.

Karena baca ini barengan sama teman, ada beberapa insight tambahan yang mungkin bisa jadi pertimbangan bagi yang akan/lagi baca bukunya terus nemu reviu ini. Skeleton 13 banyak bahas soal sejarah beberapa patung di Jakarta. Aku pribadi merasa puas dan nggak ada kesan lewah di bagian penjelasan mengenai sejarah tersebut. Greget malah karena sambil nebak juga apa benar lokasi patung selanjutnya adalah TKP, atau malah sebaliknya.

Seperti yang aku sebutkan di atas, buku ini nggak bisa dibilang bagus banget karena memang ada kekurangan, terutama di bagian ending. Aku bakal tandai sebagai spoiler karena khawatir nggak sengaja sebut satu-dua petunjuk. So, be wise sebelum klik link-nya.
- Pertama, ending-nya nggak banget. I mean, nanggung gitu, lho. Nggak ada yang salah kok semisal pelakunya bakal begitu, tapi kenapa dipilihnya harus begitu? Kayak nggak adil banget. Asli, waktu kelar baca rasanya malah kosong. Masih nggak terima beberapa hari kemudian.
- Kedua, lagi-lagi aku dapat insight dari buddy read yang mention soal karakter Aksa dan Dama. Aksa digambarkan sebagai polisi yang cerdas dan hasil kerjanya bagus. Bisa jadi pertanyaan, apakah dia dicap bagus karena nggak menyebut kontribusi Dama atau ini hanya dijadikan pemanis hidangan saja, tanpa ada kejelasan pada tindakan Aksa di kemudian hari kalau dia memang benar-benar berbakat.
- Masih soal karakter, agak jengkel sebenarnya dengan Dama karena perilaku dia yang sok abis. Tapi, aku nggak bisa protes karena bagaimanapun, Dama memang karakter yang digambar begitu sejak awal oleh penulis. Sayangnya, kenapa profesinya sebagai hacker (?) tidak dikaitkan dengan pekerjaan sampingannya membantu investigasi kepolisian? Awalnya aku pikir profesi Dama bakal berpengaruh ke jalannya penyelidikan ke depan, tapi sampai akhir nggak disebutkan atau dikaitkan korelasi antara kasus yang berjalan dengan profesi dia. Nggak ada keuntungannya jadi hacker dengan menyelesaikan kasus. Sangat amat disayangkan.
- Love-line di sini emang setipis kawat, sih, makanya nggak heran dan nggak bisa dibilang kecewa. Tapi, walaupun tipis, tetap harus ada emosi. Nah, sayangnya aku nggak nemu itu di karakter-karakter yang terkait.


Bagian yang bikin aku suka lagi pemilihan latar tempatnya yang spesifik Jakarta, bukan Jabodetabek. Bukan hal besar memang, tapi nggak tahu, rasanya kayak bikin senang aja. Sama ilustrasi sampulnya cakep!!!

Expand filter menu Content Warnings
Mengejar Restu Bunda by Umul Amalia

Go to review page

inspiring lighthearted reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A

3.5

Actual rating: 3,5

Dikekang itu nggak enak, tapi Kirania bertahan karena nggak kepengin mengecewakan Bunda. Semua keputusan dari pilihan jurusan, kampus, sampai pekerjaan ditentukan oleh Bunda dan sekarang jodoh pun harus mengikuti apa kata Bunda. Kirania bertekad menemukan laki-laki yang sesuai dengan kemantapan hati dan prinsipnya. Tentu saja, direstui oleh Bunda.

Kondisi Kirania di rumah nggak bisa dibilang enak. Jujur, bagiku dia kayak korban keegoisan antara ibu dan kakaknya. Karena ibunya nggak berhasil mengatur anak sulung, maka anak bungsu harus berhasil. Yah, bisa dibilang karakter Bunda juga ambisius. Penulis membuatnya seperti itu, bahkan sampai akhir tetap menyebalkan. Sebagai pembaca, aku turut kesal dengan campur tangan si Bunda yang udah melewati batas privasi.

Kalau ada kejadian yang traumatis banget sampai Bunda ikutan kapok sekapok-kapoknya mungkin semua sifat pengatur dan maunya dituruti di awal bisa dimaafkan. Sayangnya, penulis bikin konflik yang menunjukkan kalau pilihan Bunda "nggak banget" kurang dipertajam. Rasanya emang main aman, sih. Di pikiranku, kalau konfliknya bisa tajam banget, mungkin nanti bakal ada masalah yang bakal diselesaikan. Dan ini juga nggak mudah. Jadi, cukup okelah buat saat ini. Aku juga bukan editornya jadi nggak bisa protes lebih atau ngarahin ini dan itu.

Soal kedekatan Kirania dengan si itu kurang sih, menurutku. Entah ya, apa karena nggak adanya POV lain jadi terkesan "tiba-tiba ada", tapi memang kurang mulus kalaupun dimaksudkan buat kejutan kalau ternyata si itu memang sudah lama naruh perasaan ke Kirania.
MISTERI TANGISAN DI KELAS ENAM by DENKUS

Go to review page

mysterious sad tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Flaws of characters a main focus? Yes

2.75

Actual rating: 2,8

Pindah sekolah tidak membuat Afgan lantas bahagia. Pilihannya duduk di kursi yang sudah lama kosong membuat seisi kelas 6A gempar karena mereka sering mendengar suara tangisan dari sana. Afgan yang awalnya tidak percaya dengan ketakutan teman-temannya lantas melihat sendiri sosok yang selama ini selalu menangis di jam 10 pagi dan membuat pembelajaran 6A terpaksa ditunda selama beberapa menit. Sosok yang awalnya menyeramkan, tetapi punya cerita masa lalu kelam yang belum tuntas.

Baca ini nggak boleh punya ekspektasi lebih. Aku saranin bacanya dengan niat kepengin cari bacaan misteri-horor yang nggak bikin pusing. Kelakuan anak-anak kelas 6A emang kekanakan, tapi ya mereka memang masih anak-anak, umurnya 12 tahun, lho (malah ada yang kurang dari itu kayaknya). Terus bagian horornya emang menakutkan buat orang yang dulu mengalami drama kelas waktu SD yang sama. Anak-anak dan hantu bukan kombinasi yang solid. Entah berakhir takut atau malah numbuhin nyali.

Misteri di sini dibangun pelan-pelan, tapi memang nggak yang wow apa gimana, sih. Cukup lah. Ada beberapa hole dan hal yang janggal.
Misal yang paling kentara, gimana nggak ada yang tahu soal anak menghilang itu kalau emang kasusnya besar. Okelah, anggap aja karena kejadiannya pas sekolah udah sepi, jadi nggak banyak orang tahu. Apa ini berarti pihak-pihak yang terlibat nggak celometan dan ember sampai bisa ketutup sampai 2 tahun? Dan orang tua korban nggak protes sama sekali yang bisa narik perhatian wali murid lain atau menuntut sekolah gitu karena kasus anaknya kayak nggak diusut tuntas? Pertanyaan lain, sekolahnya segede apa? Karena ini sekolah dasar, bukan SMP atau SMA.


Alasan pelaku nggak begitu kuat, tapiii mengingat memang nggak perlu berekspektasi lebih atau ketinggian alias woles aja bacanya, alasannya cukup masuk akal, kok. Agak sedih sebenarnya di momen of truth. Semoga nggak ada lagi kejadian serupa dan bisa segera ditemukan solusi nyatanya.

Expand filter menu Content Warnings
Siniar Semut Kecil by Ana Latifa

Go to review page

emotional funny hopeful informative inspiring lighthearted reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? N/A

3.75

Actual rating: 3,8

Malka adalah remaja berandal yang selalu menentang perintah orang tua dan apa pun yang bernama peraturan. Itu sebelum dia mengalami kecelakaan fatal yang membuat keyakinannya soal hidup dan Tuhan berubah total. Akibat perbuatannya di masa lalu membuat Malka mengambil keputusan besar; meninggalkan kehidupan lamanya dan memasuki kehidupan yang baru. Di sekolah barunya, tindak-tanduk Malka bisa dibilang mencurigakan, mengesalkan beberapa orang, dan menenangkan. Sedangkan Yadinira, orang yang pertama kali merespon kedatangan Malka dengan agak sinis beranggapan bahwa perlakuan Malka yang agak alim itu agak mengganggu, tidak sesuai dengan kesehariannya maupun kondisi sekolah.

Sejak awal rilis, judulnya bikin penasaran. Singkat, indonesia banget, mungil. Dunno kenapa bisa kepikiran sama kata terakhir, yang pasti, ceritanya nggak semungil (atau imut bahasa lainnya) yang aku kira. Bahasan soal bullying, geng, kenakalan remajanya nggak bisa dibilang "ringan". Ada beberapa bagian yang bikin sangsi dan ngeri, terutama setelah Malka mengalami kecelakaan itu, sih. Agaknya rumit kalau dijelaskan. Satu yang bisa diambil kesimpulan; bertobatlah sebelum nyawamu melayang.

Yep, kondisi Malka ini parah banget pas koma, bahkan dia bisa sadar itu udah mukjizat dari Allah. Sempat sebal sama perilaku dia, tapi untung perubahannya lebih kentara dan ke arah yang lebih baik.

Karakter Malka sendiri banyak mengalami pengembangan. Oh, hampir lupa ngomongin soal Yadinira. Dia juga banyak mengalami pengembangan. Cuma, beberapa hal, salah satunya gaya tulisan, bikin warna karakter ini jadi kurang menonjol. Tapi rasanya emang karena gaya tulisannya aja yang kurang bisa masuk ke aku. Bukan berarti nggak bagus.

Unsur islaminya kental, tapi nggak sampai bikin pembaca merasa diceramahi atau lagi ngikutin kajian secara langsung gitu. Penulis banyak masukin unsur ini ke perilaku karakter, jadi geraknya jelas dan terstruktur. Memang, banyak sub-plot (dan berarti ada sub-konflik juga), tapi untung nggak ada yang waste atau percuma dimasukkan. Semua terselesaikan.

Kecuali satu, bagian siniarnya nggak menonjol bahkan terkesan nggak ada bahasan lebih lanjut, tapi udah menimbulkan konflik. Agak sayang sebetulnya karena Siniar Semut Kecil adalah judul buku dan eksistensinya malah nggak terlalu dominan.

Anyway, ini bacaan bagus. Cocok buat yang lagi cari bahan bacaan ringan, seputar remaja, islamic fiction, dan heartwarming. 

Expand filter menu Content Warnings
Reset by L. Zeth

Go to review page

dark mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated

3.0

Pembukaannya dibuat tegang dengan sosok "aku" yang hidupnya di ujung tanduk karena di luar tempat persembunyiannya si pembunuh mencoba mendobrak masuk. Di tengah permohonan terakhirnya sebelum nyawanya menghilang, dia ingin mengembalikan waktu karena merasa kematian dua teman dekatnya dinilai tidak adil. Lalu, semua menggelap. Tokoh "aku" terbangun di dalam mobil bersama dua orang yang dia sebut sebelum pingsan.

Baru kali ini baca novel dengan konsep time-loop. Aku akui, konsepnya terstruktur. Bakal ada pengulangan ketika pola tertentu sudah terpenuhi. Lalu ada konsekuensi setiap pengulangan yang harus dipatuhi sebelum terlambat. Aku suka bagian ini, terutama pembukanya udah bikin jantungan karena harus survive dari vila yang letaknya terpencil, kunci mobil hilang, eh mati lampu pula.

Kisah masa lalu mulai digulir sejak bab satu dan ini yang agak menganggu. Bukan, bukan karena ada kilasan masa lalu jadi berantakan. Tapi penempatan infonya yang nggak pas. Berkali-kali adegan yang tegang diselipi informasi masa lalu yang well kesannya malah mendadak. Entah apa memang bertujuan seperti itu atau bagaimana. Yang pasti, thrilling moment-nya berkurang seketika.

Karakterisasinya oke. Voice lumayan lah bisa dibedakan. Yang nggak bisa diprediksi perubahan mood karakter. Eh, mood di sini bukan perubahan emosi drastis begitu enggak, tapi lebih ke tone karakternya beda dari penggambaran di awal. Rasanya kasus lima tahun lalu yang omong-omong sering banget disebut mengubah kepribadian mereka sekarang. Tapi, berubahnya di ending aja. Entahlah, mungkin karena kepepet jadi ngeluarin sifat aslinya?

Bagian konflik bagiku masih banyak lubang. Beberapa kata seperti orang itu, lima tahun lalu, kejadian itu, sering banget diulang sampai terkesan repetitif. Mengganggu. Bagian ini nggak sreg di aku karena seolah diingatkan agar nggak lupa dengan orang itu, lima tahun lalu, kejadian itu. Terlebih, seperti menggoda pembaca agar penasaran dengan maksud "itu" yang bakal di-spill di akhir.

Apa lantas memuaskan? Nope. Justru di sini poin "bong!"-nya. Bagian-bagian yang rumpang dari kebenaran yang bikin ending, momen of truth, dan penyelesaian terasa kosong. Kayak masa iya begitu? Kok aneh, ya. Oh, dan bagiku motif si pelaku ini nggak kuat. Rasanya masih nggak bisa menyokong motivasinya buat membunuh teman-temannya. Kalau bisa ngeyel, harusnya si pelaku kalah suara dan tenaga. 1 vs 7. Meskipun si pelaku ini psikopat, tetap aja dia bisa lumpuh kalau semua orang bersatu.

Mungkin, mungkin bisa dimaklumi kalau kondisi si pelaku ini udah gelap mata banget, membabi buta bunuh semua orang. Tapi, sayangnya enggak dan ini bikin ceritanya jadi kurang nendang.

Oh, ini catatan pribadi dari pengamatan buku penulis sebelumnya. Masih konsisten menyelipkan semua info di awal dan tidak menghapus informasi yang tidak perlu lalu berpotensi menumpuk jadi info dump.

Overall, lumayan menghibur. Misteri perpindahan waktunya bikin penasaran.

Expand filter menu Content Warnings