blackferrum's reviews
574 reviews

Perkumpulan Anak Luar Nikah by Grace Tioso

Go to review page

dark emotional funny informative inspiring reflective sad tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Harus kuakui, tulisannya keren. I mean, walaupun ninggal bentar karena harus melakukan kegiatan lain tetap bikin kepikiran kelanjutan ceritanya gimana.

Aku bingung harus mulai reviu dari sisi mana. Mungkin bakal kubentuk poin aja, siapa tahu pas nulis keingetan catatan yang lain.
- Pertama, karakterisasinya oke. Konsisten dari awal sampai akhir. Pengembangan karakternya ada banget, kentara juga, kok. Dan aku suka karena perubahannya tetap mempertahankan ciri khas dari karakter awal.
- Kedua, seperti yang kusebut di awal, aku suka sama gaya kepenulisannya; luwes dan rapi. Per akhir bab selalu dibikin cliffhanger jadi mau nggak mau harus baca terus biar nggak penasaran.
- Ketiga, beberapa hal yang bikin aku nggak terlalu excited itu kebanyakan flashback dijejalkan di tengah-tengah cerita. Eh, bahkan ada yang di awal juga, sih, sampai aku mikir ini di bab awal serius udah dikasih kilas balik? Ada kesan ketidaksabaran di sini. Idk, mungkin cara menjelaskan konteksnya bisa pakai cara lain, selain harus sedikit-sedikit kilas balik.
- Keempat, karena banyak karakter pembantu di buku ini, banyak juga yang harus dijelaskan mulai dari A sampai Z-nya. Misal, si wartawan harus menemui si ini, mulailah kilas balik kehidupan si ini sebelum masa sekarang. Kayak semua informasi, latar belakang, sampai watak pun dijelaskan dibahas di kilas balik. Bukannya bagus begitu? Hmm, ya, mungkin, sekali lagi mungkin juga bukan seleraku yang harus begini.
- Kelima, kupikir Martha bakal jadi karakter yang paling menonjol di sini, tapi nggak juga setelah beberapa kali harus "mampir" kenalan dengan karakter pembantu yang harus pembaca kenali dulu sebelum lanjut memantau update kasus Martha. Agak capek jujur di bagian kilas balik dan belok-kenalan-ke-karakter-lain-dulu ini.
- Keenam, risetnya oke banget, tapi ada beberapa bagian yang malah terasa lewah karena kebanyakan dosis.

Rating awalnya mau kukasih 3,8, tapi kubulatkan jadi 4 karena risetnya yang superkeren. Enggak nyangka ternyata 98 bisa sekelam itu, walaupun udah sering dengar kejahatan yang terjadi di masa tersebut, tetap aja rasanya sakit banget pas baca. Enggak bisa nahan air mata bagian papa Martha kasih pesan video itu, kek astagaaaa sakit banget :(((

Semangat buat Martha-Martha di luar sana, semoga kalian masih mau memaafkan Indonesia!

Expand filter menu Content Warnings
Dua Sisi by Inggrida Tyas

Go to review page

dark emotional lighthearted reflective slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? N/A

2.75

Actual rating: 2,8

Kekasih hancur setelah ayahnya pergi demi menikah dengan wanita lain. Ibunya bangkit, begitupun dirinya. Sampai muncul Bisma, cowok yang sering dihindari karena anak dari anggota DPR cabul. Berdua memilih berjalan bersisian, menjalin hubungan pertemanan, sampai Bisma mendadak tidak ada kabar dan beberapa tahun kemudian muncul di hadapan Kekasih, meminta hal yang mustahil disetujui dengan cepat olehnya.

Di awal agak kesendat bacanya karena memakai alur campuran. Kedatangan Bisma jadi pemicu Kekasih kembali ke masa lalu. Enggak ada yang aneh di sini dan memakai cara ini untuk memulai cerita. Hanya saja, ada pattern yang kentara dan aku nggak tahu apakah ini bisa disebut "unik" atau "istimewa", yang pasti ketika ada orang dari masa lalu datang, selalu meminta hal yang sama "Coba ceritakan kisah masa lalu, aku tidak akan bosan mendengarmu bercerita".

Kalau di beberapa cerita flashback ditandai dengan penggunaan karakter atau seluruh bagian kilas balik memakai italic, di sini diberi excuse itu tadi, masa lalu minta Kekasih mengulang cerita lama. Apakah ini hal yang bagus atau justru sebaliknya? Idk, aku anggap ini ciri khas penulis saja, tapi bukan berarti masuk seleraku.

Yap, cerita ini nggak masuk aja ke mangkukku. Rasanya para karakter nggak punya karakterisasi yang konsisten dan flow-nya agak nggak beraturan. Bagian duka di seperempat akhir juga terasa seperti tempelan yang memang sengaja dipasang untuk menutupi lubang.

Romansanya juga agak garing tbh. Entahlah, emosinya nggak terasa sama sekali. Ada hikmah yang bisa diambil, misalnya keadaan keluarga Kasih maupun Bisma nggak jadi halangan buat bangkit ke depannya. Karakter Kekasih emang agak langka kalau dibanding di dunia nyata, tapi ada. Apalagi bagian dia bisa memaafkan masa lalu itu.

Yah, bacaan yang lumayan mengisi waktu luang. Yang suka karakter TGTBT, bisa coba baca ini.
Hipotesis cinta by Ali Hazelwood

Go to review page

funny informative lighthearted reflective relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

AKHIRNYA! Nemu juga buku yang bahas STEM. Bener-bener ada kandungan STEM, bukan cuma klaim dari penulisnya kalau dia nulis tema women in STEM. Bisa dibilang, buku ini nggak banyak cincong atau kasih porsi penjelasan STEM yang berlebihan gitu, sih. Lebih ke porsi pas.

Penulis kasih gambaran kondisi Olive sebagai mahasiswi S3 yang bekerja di lab melebihi jam kerja yang ditetapkan aturan dengan gaji yang nggak bisa menutup kebutuhannya sehari-hari. Pilihan jalan hidup yang nggak biasa dan bisa dibilang Olive mengorbankan kemudahannya kalau dia bekerja di dunia perkantoran alih-alih akademik. Motivasinyalah yang bikin aku makin sayang dengan karakternya.

Ali jelas kasih porsi romance yang pas, walaupun gambaran Adam emang TGTBT banget. Senangnya, Olive bukan tipikal karakter FL yang bikin ilfil karena mendadak jadi bodoh dan lemah di hadapan Adam. Membatu mungkin, tapi meleleh enggak. Mana dia tuh orangnya nggak enakan sama orang. Aduhlah, gemes sama si Olive. Tapi yah, kalau nggak dibikin people pleaser gitu sih kayaknya nggak bakal jalan ya ceritanya. Atau minimal nggak ada adegan Olive sengaja cium cowok random biar sahabatnya percaya dia udah punya pacar.

Again, bagian romance-nya emang gemes, tapi aku dibikin takjub sih sama sisipan kesetaraan gender di dunia yang didominasi laki-laki di sini. Kayak pelecehan yang sering didapat, walaupun secara verbal. Pelecehan ya tetap pelecehan. Emosi banget pas baca ini kayak aduh pengin kutonjok, serius. Tapi yah paham kenapa korban nggak bisa langsung speak up, mempertimbangkan banyak hal daaaaan ada ancaman dari pelaku. Paling benci kalo udah ngeluarin ultimatum, "Kau pikir dia bakal percaya kau daripada aku?" akkkkk bikin emosi kalo inget hhhh.

Terjemahannya luwes menurutku, enak dibaca sampai akhir. Intinya, worth banget kalo punya fisik buku ini. Luv Olive-Adam <3

Expand filter menu Content Warnings
Best of Us by Pradnya Paramitha, Pradnya Paramitha

Go to review page

lighthearted reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

PARAAAAH! Saras ini apa ya, nggak tahu deh, kayaknya bakal jadi love-hate relationship chara-ku. Awalnya kayak okelah dia kesal begini dan begitu, tapi karena buku ini pakai sudut pandang orang pertama (dari sisi dia), rasanya kepengin marah pas tahu kelakuannya.

Oke, jadi buku ini lanjutannya [book:Better Than This|39709168] di mana Saras menjalani hubungan jarak jauh dengan Leo. Seperti pasangan LDR pada umumnya, komunikasi Saras-Leo buruk banget. Leo yang jarang kasih kabar, perbedaan waktu belasan jam, dan nggak kuatnya feeling mereka satu sama lain.

Yah, kalau bisa mengelak sih, hubungan mereka emang nggak sekuat itu, kan? Mengingat awalnya mereka musuhan, terus jarak beberapa bulan jadi pasangan, dan beberapa jam setelahnya langsung LDR. Wajar banget nggak ada yang bisa ngertiin cara komunikasi masing-masing.

Saras emang sengaja dibikin jadi karakter yang keras kepala, sih. Mengingat dia dari buku pertama kukuh banget sama mimpinya, dia bisa nentang masukan dari Leo yang kalau dicerna dengan baik tuh baik buat Saras sendiri. Pas di akhir Saras sadar semua kesalahpahaman berawal dari perilaku yang nggak dia sadari aku malah senang haha. Sori banget, Ras, tapi lu emang nyebelin abis :(((

Apakah Leo nggak punya porsi kesalahan? Oh, ya tentu tidak. Inget kan, kubilang komunikasi mereka ini jelek banget? Nah, Leo di sini kayak pegang prinsip "mending dijalani, nggak usah koar-koar duluan, nanti kalau hasilnya buruk malah jadi runyam dan bikin sedih". Alias kalau lagi ngerjain sesuatu yang nggak pasti tapi udah sesumbar ke mana-mana nanti pamali hasilnya malah jelek. Kesan yang aku tangkap begitulah. Kesel banget soalnya ini bukan project, Leo, ini hubungan. Sedih banget kamu mikir begitu :(

Tapi Leo ini bucin banget. He fell first, he feel harder. Agak sayang karena nggak tahu pemikiran Leo dan sudut pandang dia jadi nggak paham apa yang sebenernya dia rasain. Tapi, yang pasti waktu Saras bersikap (agak) brengski, aku ikut kasihan ke Leo. Doi ngalah demi bisa memahami Saras. Dan Saras pilih? Baca sendiri deh, biar bisa menyimpulkan sendiri wkwk.

Ilustrasi sampulnya cantik, btw.
Before We Were Strangers - Sebelum Kau Asing Bagiku by Brenda Novak

Go to review page

dark emotional mysterious medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Ini kali pertama baca tulisan BN dan kesannya yah, bagus. Sekilas hampir punya vibe macam Sandra Brown, tapi BN lebih main aman dengan karakternya. Pas pertama tahu trope romansanya langsung skeptis, bakalan dibawa ke mana ini? Agak risky mengingat hubungan antara Sloane, Paige, dan Micah nggak bisa dibilang hal yang lumrah. Mau dibilang nggak enak dilihat juga nggak karena Paige dan Micah udah lama pisah, tapi dibilang oke aja juga nggak. Agak nanggung, sih, emang.

Berawal dari kematian sahabat sekaligus mentornya, Sloane bertolak ke kampung halaman yang sudah dia tinggalkan selama 10 tahun untuk mencari jejak ibunya. Kepulangannya tidak disambut dengan baik oleh ayah dan kakaknya. Sloane memercayai ibunya tidak hilang 23 tahun lalu, melainkan dibunuh oleh ayahnya sendiri. Sedangkan, kakaknya memercayai ayah mereka dan ikut menghalangi penyelidikan Sloane dengan dalih untuk melindungi reputasi ayah mereka di kota yang saat itu menjadi walikota.

Hanya satu yang menerima Sloane dan menawarkan tempat tinggal sementara untuknya, Paige, sahabatnya sejak kecil. Tidak ada masalah dengan hal tersebut, tetapi fakta bahwa Paige pernah menikah dengan Micah, mantan kekasihnya di masa SMA, dan memiliki putra membuat Sloane tidak nyaman. Bukan hanya karena dirinya bakal bertemu kembali dengan Micah, tetapi hatinya ternyata masih sangat menginginkan laki-laki itu meskipun perpisahan mereka 10 tahun lalu membuat Micah sedikit membenci Sloane.

Ketika mencoba mengorek masa lalu demi mencari keberadaan sang ibu, Sloane malah menemukan hal lain. Hal yang tidak mengira akan menjadi penyebab ibunya menghilang.

Hubungan Sloane dengan Micah bisa dibilang kurang profesional, yah, mengingat Micah itu polisi dan dia nggak segan membuka berkas penyelidikan soal ibunya Sloane. Penyelidikan yang bisa mengarah ke konflik kepentingan.

Kelakuan bapaknya Sloane bikin ngelus dada. Like, aduh gataulah, saking gilanya kurasa. Atau saking kurang belaiannya.

Bagian ending yang bikin aku agak kehilangan spark. Bukan karena kaget soal fakta tersembunyinya, tapi pace-nya mendadak jadi express. Belum lagi fakta yang dimaksudkan sebagai twist itu kayak terkesan sengaja banget dimasukkan buat menambah kagum pembaca. Jadi, sangat disayangkan harus menurunkan rating 0,3 karena hal ini.

Bagian lain memuaskan sih, apalagi konflik Paige. Kompleks banget dia dan nunjukin kalau punya sahabat yang serba sempurna juga nggak mudah kalau kita nggak bisa menyikapinya dengan baik. Paige emang terobsesi sama Micah, tapi ya siapa sih, yang nggak merasa harus memperjuangkan cintanya? Walaupun cara Paige ini salah kaprah.

Expand filter menu Content Warnings
The Life We Lead by Mosaicrile, Johana Melisa

Go to review page

informative lighthearted reflective slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Greget banget sama dampak dari konflik di buku ini. Bayangin orang yang paling sering disandari malah balik nusuk, rasanya kayak ugh. Tapi, untungnya, karakter Bethany nggak dibikin loyo macam kertas habis disiram air (a.k.a masalah). Kupikir lagi, ini NA, alih-alih YA.

Sebenernya lagi, aku agak lupa bagian romansanya gimana, hehe, karena emang banyakan porsi bahas pencarian jati diri dan ingatan Any, sih. Yang mana malah bagus. Perubahan Any yang awalnya nurut aja sama orang tua akhirnya mau mengubah kebiasaan dan mulai memperjuangkan keinginannya.

Nah, bahas soal karakterisasi, aku rasa agak ambigu. Well, okelah, yang kelihatan agak "goyah" itu Regan. Awalnya sinis banget, kan, tiba-tiba jadi soft banget. Iya, emang dijelasin kenapa dia begitu, tapi kayak nggak nyangka bakal secepet itu. Karakter yang aku lumayan suka malah si Priska. Yep, dia emang menjengkelkan, tapi perilakunya reasonable. Kayak jelas gitu lho, karena begitu, jadinya begitu. Terus di akhir juga bukannya ada drama nggak penting, tapi kayak yaudah, karena dia begitu mau dibikin kayak gimana lagi? Udah pas kan akhirannya begitu.

Ada juga yang bagiku agak sayang soalnya nggak dioptimalkan. Ino, kakak Bethany. Di awal emang kelihatan banget kontribusinya, tapi di pertengahan menghilang. Di akhir, waktu udah mau bubaran nongol lagi. Emang berpengaruh sih sama satu dua hal yang bikin Bethany bisa jadi karakter Bethany, cuman ya sayang itu tadi, nggak dimaksimalkan keberadaannya. Atau mungkin bakal ada ceritanya sendiri ya, jadi disimpen dulu? Entah.

Overall, aku suka sama jalan cerita. Minus bagian pemaparan rencana proker calon ketua BEM itu yang panjang banget, entah kenapa padahal dipotong pun tetap nggak bakal memengaruhi jalan cerita. Kalau tujuannya supaya memperlihatkan kelemahan cawakabem, rasanya nggak perlu dikasih penjelasan sedetail itu. Tapi, sisi lainnya, menunjukkan bahwa penulis punya wawasan yang luas (dan maybe di bidang yang itu--bahasan yang jadi topik bahasan rencana proker).
Daisy by Ayu Rianna

Go to review page

emotional informative lighthearted reflective relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Huang Lei, sori banget, kayaknya tittle cowok ijo neon kali ini harus pindah ke Liam :(

Daisy terus-menerus melarikan diri dari masa lalu, sampai persinggahannya yang ke sekian di Bandung mengenalkannya pada Liam, dokter hewan sekaligus pencinta kucing. Awalnya, sikap Liam yang kelewat ceria dan agak cerewet itu sedikit mengintimidasi, tetapi Daisy justru merasa hangat. Seolah ada elemen baru yang menenangkan dari hidupnya selain kabur dan khawatir akan ditemukan oleh si masa lalu. Ketika sudah mulai nyaman dan berpikir untuk menyetujui ide sahabatnya, Isla, untuk menetap di Bandung, masalah lain datang. Masalah yang sama besarnya dengan badai dan mengancam untuk menelan kebahagiaan serta hidupnya.

Lah, kenapa sinopsisnya jadi dark begitu, ya. Anyway, ilustrasi sampulnya nggak menipu, kok. Emang bener ceritanya manis, seperti tipikal tulisan Kak Ayu yang lain. Cuman memang masa lalu karakter utamanya agak dark aja. Eh, nggak agak sih, emang dark.

Harus aku akui, ini buku terfavoritku dari Kak Ayu selain [book:That Summer|35715024]. Jumlah halamannya emang lebih sedikit dari ALLT, tapi isinya padat. Penjabaran soal jobdesc karakternya nggak terlalu meluber seperti buku sebelumnya. Suka banget karena fokusnya ke konflik dan kegemesan interaksi Daisy-Liam <3

Well, apa lagi ya yang mesti aku reviu. Aku ngerasa karakterisasinya udah konsisten, sih. Apa ada perkembangan? Bagiku sih iya, karakternya berkembang. Hmm, mungkin yang bikin bertanya-tanya cuma gimana respon mami Liam soal Daisy, mengingat di awal penggambaran karakternya "pemilih" banget. Setelahnya oke-oke aja.

Nunggu tulisan Kak Ayu berikutnya ><

Expand filter menu Content Warnings
Mereka Sudah Mati by Arumi E.

Go to review page

mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Prolognya diisi "how-to" versi Violet yang sampai punya kemampuan melihat doppelganger atau kembaran ruh orang yang biasanya hendak meninggal. Awalnya memang Vio hanya bisa melihat ruh semacam itu, sebelum dia diseret ke dunia lain ketika berjaga di bangsal anak-anak.

Ini kali pertama aku baca cerita Kak Arumi E., tulisannya rapi dan terstruktur. Hanya ada beberapa bagian yang mungkin lebih mirip rant/ringkasan daripada reviu.
- Pertama, emosi karakternya bland. Entah berapa kali aku membatin ini emosinya mana? Kenapa lempeng banget dialognya kayak kurang garam? Kenapa dialog aksinya kurang? I know, banyak cara menyampaikan emosi karakter, dialog ini jadi salah satu jalan. Rasanya emang agak kering aja di bagian ini jadi yah mau bersimpati juga kurang bisa maksimal (atau malah nggak bisa sama sekali).
-Kedua, aku nggak paham apakah ini jenis tulisan yang biasanya dipakai untuk membuat skrip, tapi kesannya memang apa ya, buku ini bakal lebih kerasa visualisasinya kalau dialihwahanakan ke film/series begitu, alih-alih buku. Yah, maybe someday bakal difilmkan?
- Misterinya rapi, kok, hanya saja kurang emosi bikin aku ragu buat menebak apakah pelakunya orang ini atau yang itu. Terlebih, ada beberapa bagian yang memang seharusnya dikasih petunjuk dulu sebelum ke bagian momen of truth.

Terlepas bagian yang kurasa kurang, aku suka bagian horornya. Sensasinya langsung terasa sampai nggak berani kubaca malam-malam.

Expand filter menu Content Warnings
Oben Ohne - Yang Kulihat di Cermin by Jutta Nymphius

Go to review page

informative inspiring lighthearted reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Kemakan konten bentuk badan yang sempurna? Jadi nggak percaya diri sama tubuh sendiri? Masalah klasik yang nggak juga dapat solusi atau nggak semua orang bisa akses solusinya.

Di buku ini korbannya Amelie. Dia merasa bentuk tubuhnya nggak oke, wajahnya juga nggak cantik-cantik amat, tapi dia pandai menggunakan photoshop. Jadi, Amelie mencoba mengubah wajah para selebritas yang tengah berjemur atau hanya menggunakan bikini dengan wajahnya. Sambil berharap tubuhnya bisa berubah seperti itu secara ajaib.

Amelie tidak bahagia di rumah. Orang tuanya terus bertengkar dan tidak ada yang bisa menampung keluh-kesah atau sekadar memberinya nasihat. Amelie hilang arah, terlebih setelah dirinya tidak sengaja mengirim foto tidak senonohnya ke cowok yang dia taksir. Dunia Amelie seketika runtuh. Tapi, ada yang harus Amelie lakukan meskipun sedang terpuruk dan dia harus menyelamatkan dunianya sendiri jika tidak ada yang bisa membantunya bangkit.

Pertama, terjemahannya luwes. Ngalir banget sampai akhir. Kedua, karakter Amelie ini REAL BANGET alias emang ada (atau bahkan banyak) remaja yang mengalami hal serupa. Lingkungan sekitar berpengaruh, terutama keluarga, dan karena ini unit paling kecil, sudah sepantasnya orang tua (Amelie anak tunggal) mendampingi, mengawasi apa yang anak-anaknya lihat, dan membimbing mereka apabila terjadi hal yang tidak baik. Terlebih mengirim foto pribadi ke orang lain (nggak pakai baju yang tertutup) itu termasuk hal besar.

Ada juga bagian Amelie yang kepengin banget ngikut gaya hidup dan penampilan dua anak yang dia anggap role model. Di sini pengaruh dari luar juga ambil andil. Plus ada media sosial yang bebas diakses siapa saja. Ingat, Amelie nggak diawasi ortu selama menggunakan gadget.

Remaja tanggung paling senang kalau ditantang. Lebih-lebih kalau tantangannya yang benar-benar nggak dia pahami sebelumnya. Maksudnya karena nggak pernah dikasih edukasi lebih baik soal itu, atau ngikut teman-teman biar nggak diejek, atau karena murni mereka kepengin dipandang sebagai orang dewasa yang dari luar kebanyakan memang keren. Nah, Elias juga termasuk salah satu yang ikutan teman dan mau dianggap keren. Well, karakter dia nggak ada PoV khusus sih, tapi dari secuil informasi dari buku ini, dia ngelakuin hal tercela begitu karena dorongan teman. Pergaulan yang salah kurasa.

Intinya, buku ini tipis, tapi isinya padat. Buat yang lagi nyari bacaan buat remaja atau kasih kado/sekadar bacaan ke sanak saudara/keluarga yang masih remaja, kurasa buku ini cocok buat mereka. Aku emang udah nggak remaja lagi, tapi kisah yang kepengin disampaikan penulis bisa aku terima dengan baik. Mungkin sekarang udah aware sama hal-hal yang dinamakan privasi, jadi pelajaran dari buku ini bisa disimpan untuk diberikan ketika ada yang membutuhkan.

Expand filter menu Content Warnings
Skeleton 13 by Meda

Go to review page

dark informative mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

The whole story ... nggak bisa dibilang bagus banget, tapi real bikin merinding!

Bayangkan, ada kasus pembunuhan berantai yang diduga muncul lagi setelah lebih dari 20 tahun. Habis itu mayatnya ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Kadang malah nggak lengkap. Polisi cuma punya satu petunjuk, sedangkan kemungkinan besar korban lain akan muncul.

Bagian yang bikin greget itu di action-nya. Penulis pandai menulis deskripsi yang nggak membosankan, justru malah bikin tegang. Proses penyelidikannya juga berhasil bikin nahan napas beberapa detik karena beberapa kali pelaku hampir selalu bersinggungan dengan pihak berwajib. Petunjuk di buku ini nggak asal sebut, ada asal-muasalnya.

Karena baca ini barengan sama teman, ada beberapa insight tambahan yang mungkin bisa jadi pertimbangan bagi yang akan/lagi baca bukunya terus nemu reviu ini. Skeleton 13 banyak bahas soal sejarah beberapa patung di Jakarta. Aku pribadi merasa puas dan nggak ada kesan lewah di bagian penjelasan mengenai sejarah tersebut. Greget malah karena sambil nebak juga apa benar lokasi patung selanjutnya adalah TKP, atau malah sebaliknya.

Seperti yang aku sebutkan di atas, buku ini nggak bisa dibilang bagus banget karena memang ada kekurangan, terutama di bagian ending. Aku bakal tandai sebagai spoiler karena khawatir nggak sengaja sebut satu-dua petunjuk. So, be wise sebelum klik link-nya.
- Pertama, ending-nya nggak banget. I mean, nanggung gitu, lho. Nggak ada yang salah kok semisal pelakunya bakal begitu, tapi kenapa dipilihnya harus begitu? Kayak nggak adil banget. Asli, waktu kelar baca rasanya malah kosong. Masih nggak terima beberapa hari kemudian.
- Kedua, lagi-lagi aku dapat insight dari buddy read yang mention soal karakter Aksa dan Dama. Aksa digambarkan sebagai polisi yang cerdas dan hasil kerjanya bagus. Bisa jadi pertanyaan, apakah dia dicap bagus karena nggak menyebut kontribusi Dama atau ini hanya dijadikan pemanis hidangan saja, tanpa ada kejelasan pada tindakan Aksa di kemudian hari kalau dia memang benar-benar berbakat.
- Masih soal karakter, agak jengkel sebenarnya dengan Dama karena perilaku dia yang sok abis. Tapi, aku nggak bisa protes karena bagaimanapun, Dama memang karakter yang digambar begitu sejak awal oleh penulis. Sayangnya, kenapa profesinya sebagai hacker (?) tidak dikaitkan dengan pekerjaan sampingannya membantu investigasi kepolisian? Awalnya aku pikir profesi Dama bakal berpengaruh ke jalannya penyelidikan ke depan, tapi sampai akhir nggak disebutkan atau dikaitkan korelasi antara kasus yang berjalan dengan profesi dia. Nggak ada keuntungannya jadi hacker dengan menyelesaikan kasus. Sangat amat disayangkan.
- Love-line di sini emang setipis kawat, sih, makanya nggak heran dan nggak bisa dibilang kecewa. Tapi, walaupun tipis, tetap harus ada emosi. Nah, sayangnya aku nggak nemu itu di karakter-karakter yang terkait.


Bagian yang bikin aku suka lagi pemilihan latar tempatnya yang spesifik Jakarta, bukan Jabodetabek. Bukan hal besar memang, tapi nggak tahu, rasanya kayak bikin senang aja. Sama ilustrasi sampulnya cakep!!!

Expand filter menu Content Warnings